Sekolah sebagai Organisasi

SEKOLAH SEBAGAI ORGANISASI


1.    Pengertian Sekolah
Kata sekolah berasal dari bahasa latin, yakni skhole, scolae, skhoe atau scolae yang memiliki arti waktu luang atau waktu senggang, dimana ketika itu sekolah adalah kegiatan diwaktu luang bagi anak-anak ditengah kegiatan mereka, yakni bermain dan menghabiskan waktu menikmati masa anak-anak dan remaja. Kegiatan dalam waktu luang adalah mempelajari cara berhitung, secara membaca huruf dan mengenal tentang moral (budi pekerti) dan estetika (seni). Untuk mendampingi dalam kegiatan scola anak-anak didampingi oleh orang ahli dan mengerti tentang psikologi anak, sehingga memeberikan kesempatan-kesempatan yang sebesar-besarnya  kepada anak-anak untuk  menciptakan sendiri dunianya melalui berbagai pelajaran diatas.
Kini, kata sekolah dikatakan Sunarto (1993) dalam Abdullah Idi (2011:142), telah berubah berupa bangunan atau lembaga untuk belajar dan serta tempat memberi dan menerima pelajaran,. Sekolah dipimpin oleh seorang kepala sekolah, dan kepala sekolah dibantu oleh wakil kepala sekolah, jumlah kepala sekolah bisa berbeda pada tiap sekolahanya, tergantung dengan kebutuhan. Bangunan sekolah disusun meninggi untuk memenfaatkan tanah yang tersedia dan dapat diisi dengna fasilitas yang lain. Ketersediaan sarana pada suatu sekolah memiliki peranan penting dalam terlaksanakan proses pendidikan.
Abdullah Idi (2011:142) berpendapat bahwa sekolah adalah sebuah lembaga yang dirancang untuk pengajaran siswa atau murid di bawah pengawasan pendidik (guru). Sebagian besar negara memiliki sistem pendidikan formal, yang umumnya wajib, dalam upaya menciptakan anak didik agar mengalami kemajuan setelah melalui proses pembelajaran. Nama-nama sekolah ini berfariasi menurut negara, tetapi umumnya termasuk sekolah dasar untuk anak-anak muda dan sekolah menengah untuk remaja yang telah menyelesaikan sekolah dasar.
Ada pula sekolah non pemerintah, yang yang disebut sekolah swasta (private schools). Sekolah swasta mungkin untuk anak-anak dengan kebutuhan khusus ketika pemerintah tidak bisa memberi sekolah khusus bagi mereka, keagamaan, seperti sekolah Islam (madrasah, pesantren): sekolah kristen, sekolah katolik, sekolah Hindu, sekolah Budha atau sekolah khusus lainya yang memeiliki standar lebih tinggi  untuk memepersiapkan prestrasi pribadi anak didik (Abdullah Idi, 2011:143).
2.    Sekolah sebagai Organisasi
Era global sekarang dengan tingkat perubahan yang sangat pesat mengakibatkan banyak ketidakpastian masa depan yang dilalui. Dengan ini menuntut setiap organisasi untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi permasalah tersebut. Berkaitan dengan lembaga pendidikan seperti sekolah, Hoy dan Miskle (2013: 34) menyatakan bahwa “School are service organizations that are committed to teaching and learning”. Sekolah merupakan organisasi pelayanan yang melakukan proses belajar mengajar.
Sekolah pada dasarnya merupakan lembaga tempat di mana proses pembelajaran terjadi terutama dalam pemahaman konvesional, di mana belajar dilakukan oleh siswa dan guru berupayah untuk membelajarkan siswa agar dapat mencapai kompetensi yang diharapakan. Belajar dan pembelajaran siswa akan makin meningkat dan berkualitas apabila seluruh unsur dalam organisasi sekolah meningkat dan berkualitas sehingga kapasitas organisasi sekolah terus mengalami peningkatan dan perluasan kearah yang lebih baik dan produktif dalam perubahan dewasa ini.
Sebagai lembaga pendidikan tempat terjadinya proses pembelajaran maka mengelola organisasi sekolah memerlukan kebijakan manajemen dan kepemimpinan yang dapat memberi ruang bagi tumbuh dan berkembangnya kreativitasnya dan inovasi. Oleh karena itu, organisasi perlu mengelola hal tersebut secara efektif untuk dapat menumbuhkan sinergitas dalam organisasi di antara berbagai individu yang terlibat di dalamnya.
3.    Fungsi Sekolah sebagai Organisasi
Sekolah sebagai organisasi sosial dalam sosiologi, peran dan fungsinya sebagai berikut :
a.    Fungsi manestifasi pendidikan
Yaitu membantu orang mencari nafkah ; menolong mengembangkan potensinya demi pemenuhan kebutuhan hidupnya ; melestarikan kebudayaan dengan cara mengajarkanya kepada generasi kegenerasi berikutnya; merangsang partisipasi demokrasi melalui pengajaran keterampilan berbicara dan mengembangkan cara berfikir rasional dan lain-lain
b.    Fungsi laten lembaga pendidikan
Dimana fungsi ini bertalian dengan fungsi pendidikan secara tersembunyi yakni menciptakan atau melahirkan kedewasaan anak didik.

Dikatakan Horton dan Hurt (1996) dalam Abdullah Idi (2011:158) bahwa ada empat jenis sasaran organisasi sekolah. Tiap sasaran meliputi titik tolak pandangan terhadap organisasi sekolah dari empat pandangan itu, diharapkan dapat memahami tentang organisasi sekolah, yaitu : Pertama, sasaran formal dimana ruang lingkup sasaran ini meliputi tujuan formal dari suatu organisasi, wujud dari sasaran ini tercantum dalam aturan-aturan tertulis. Tuntutan formal organisasi menghendaki agar tugas dan tanggung jawab dalam penyelenggaraan sekolah Untuk mencapai tujuan dibagi secara merata dengan baik sesuai dengan kemampuan, fungsi dan wewenang yang telah ditentukan. Melalui stuktur  organisasi yang ada, tercermin adanya tugas dan wewenang kepala sekolah, tugas dan guru dan staf administrasi sekolah.
Kedua, sasaran informal, dimana tidak sepenuhnya bekerja sesui dengan ketentuan formal. Dalam banyak hal, lebih dimodifikasi oleh tiap anggotanya sesuai dengan kapasitas pemaknaan kesadaran mereka tentang organisasi. Di sekolah seorang kepala sekolah mungkin mendapat tanggung jawab sebagai pemimpin dan penguasa formal tertinggi. Akan tetapi, pemnerimaan dan pola pikir serta tingkah laku kepala sekolah merupakan konstruksi pemahaman subjektifnya dalam kelangsungan hubungan dengan berbagai pihak dilingkungan sekolahnya. Jadi, sasaran informal merupakan interprestasi dan modifakasi sasaran-sasaran formal dari seluruh anggota yang terlibat langsung pada wadah organisasi. Sasaran ini mencakup pula persepsi masing-masing individu dan menjadi tujuan kegiatan pribadi dalam organisasi. Masing-masing siswa tentunya memiliki tujuan yang berfariasi dalam kelangsungan setatusnya sebagai pelajar. Mungkin ada yang berharap mendapat prestasi akademik tinggi atau memperoleh ijazah, serta ada juga yang hanya menjalankan taradisi masyarakat. Seorang pendidik mungkin hanya untuk mencari gaji, tetapi sebagianlainya masih memiliki loyalitas dan komitmen sebagai pedidik.
Ketiga, sasaran idealogis. Seperti tersirat dalam istilah tersebut, sasaran idealogis bertalian dengan seperangkat sistem eksternal atau sistem nilai yang diyakini bersama. Dalm hal ini, nuansa budaya pada pengertian sebagai suati sistem pengetahuan, gagasan dan idea yang dimiliki suatu kelompok masyarakat yang berfungsi sebagai landasan pijak dan pedoman bagi masyarakat itu dalam bersikap dan berorilaku dalam lingkungan alam dan sosial tempat mereka bernaung . hal inimerupakan penjabaran dari pengaruh idealogis terhadap organisasi.  Sasaran ini mayoriti pengaruh interaktif kultural idealogis yang dianut oleh sebagian besar manusia dalam manangkap,menyikapi dan merespons ekstensi organisasi. Suatu bangsa umumnya memiliki semangat yang tinggi untuk meraih prestasi vertikal, sementara sekolah merupakan wadah yang cukup strategis bagi mansia untuk menopang ambisi mobilitas vertikalnya. Maka, bisa diamsusikan hampir sebagian besar warga sekolah maupun masyarakat akan mengarahkan keyakinan kultural tersebut dalam memaknai keberadaan sekolah.
 Keempat, sasaran-sasaran lain yang kurang begitu kuat. Penekanan sasaran ini akan menonjol pada suatu proses aktifitas organisasi yang biasa. Berkurangnya pendaftaran di sekolah-sekolah dan universitas dapat mengubah secara luas peran para pendidik atau organisasi ruang sekolah, termasuk rasioi pendidik (guru) terhadap anak didik (siswa) beserta kelas-kelas yang terspesialisasi jika tidak, sejumlah pendidik akan menganggur.
Dari pendapat Horton dan Hurt (1996) dalam Abdullah Idi (2011:158) tentang jenis sasaran sekolah di atas, mengisaratkan suatu pola pandang berbeda dari pandangan umum tantang sekolah. Sebagai organisasi, sekolah bukan hanya sekedaar tumpukan peran-peran tumpukan struktural yang kakau, statis dan jalur kerja yang serba mekanistis belaka. Mekanisme itu mengalami dinamika akualisasi melalui aneka ragam interpretasi para anggota yang melatarbelakangi perilaku manusia dalam mengembangkan peran dan status yang berbeda-beda.

4.    Pentingnya Organisasi Sekolah Yang Baik
Sekolah, sebagai suatu lembaga pendidikan yang didalamnya terdapat kepala sekolah, guru-guru, pegawai  tata usaha dan murid-murid, memerlukan adanya organisasi yang baik agar jalanya sekolah itu  lancar menuju kepada jalanya. Menurut sistem persekolahan di Negeri kita, pada umumnya kepala sekolah merupakan jabatan yang tertinggi  di sekolah itu sehingga dengan demikian kepala sekolah memegang perananan dan pimpinan segala sesuatunya yang berhubungan dengan tugas sekolah dengan demikian kepala sekolah memegang peranana dan pimpinan segala sesuatunya yang berhubungan drngan tugas sekolah ke dalam maupun keluar. Maka dari itu, dalam stuktur organisasi sekolah sekolah pun kepala sekolah biasanya selalu didudukan di tempat yang paling atas.
Faktor lain yang menyebabkan perlunya organisasi sekolah yang baik ialah karena tugas guru-guru tak hanya mengajar saja juga pegawai- pegawai tata usaha, pesuruh dan penjaga sekolah dan lain-lain. Semuanya harus bertanggung jawab dan didkut sertakan dalam menjalankan roda sekolah itu secara keseluruhan. Dengan demikian agar janga terjadi tabrakan dalam memegang atau menjalankan tugasnya masing-masing, diperlukan organisasi sekolah yang baik dan teratur. Dengan organisasi sekolah yang baik dimaksudkan agar pembagian tugas dan tanggung jawab dapat merata kepada semua orang sesuai dengan kecakapan dan fungsinya masing- masing. Tiap orang mengerti dan menyadari tugasnya dan tempatnya didalam setruktur organisasi itu. Dengan demikian dapat dapat dihindari pula adanya tindakan yang sewenang-wenang atau otoriter dari kepala sekolah, dan sebaliknya dapat diciptakannya suasana yang demokratis didalam menjalankan roda sekolah ini.

B.       Peran Pemimpin dalam Organisasi Sekolah
Adapun peran kepemimpinan adalah sebagai suatu pengorganisasian yang merupakan susunan prosedur, tata kerja, tata laksana, dan hal-hal yang mengatur organisasi itu agar bisa berjalan lancar. Melalui pengorganisasian diatur pembagian kerja, hubungan kerja, struktur kerja dan pendelegasian wewenang. Selain itu dalam kehidupan organisasi kepemimpinan adalah bagian dari tugas utama yang harus dilaksanakan. Tetapi untuk merumuskan apa yang dimaksud fungsi kepemimpinan adalah sama sulitnya memberikan definisi tentang kepemimpinan itu sendiri.
Kesulitan ini terjadi sebab kepemimpinan menarik perhatian para pakar untuk menelitinya, sehingga melahirkan penelitian kepemimpinan yang berbeda-beda, hampir sebanyak mereka para pakar yang melakukan penelitian. Masing-masing hasil penelitian berdiri sendiri tidak saling terkait sesuai dengan latar belakang konsep yang dimiliki oleh para pakar. Timbullah berbagai macam pendekatan di bidang kepemimpinan, lahirlah pendekatan sifat, perilaku, situasi dan pendekatan kontingensi. Walaupun demikian, untuk lebih memahami fungsi kepemimpinan lebih lanjut perlu lebih dulu mempelajari makna yang terkandung dalam definisi.
Ada beberapa definisi tentang pemimpin yang mana dari definisi-definisi tersebut mengandung indikasi bahwa serangkaian tugas yang perlu dilaksanakan oleh seorang pemimpin, adalah: (1) Membangkitkan kepercayaan dan loyalitas bawahan; (2) Mengkomunikasikan gagasan kepada orang lain; (c) Dengan berbagai cara mempengaruhi orang lain; dan (d) Seorang pemimpin adalah seorang besar yang dikagumi dan mempesona dan dibanggakan.
Sedikitnya ada empat macam tugas penting seorang pemimpin, yaitu
1.    Mendefinisikan misi dan peranan organisasi (involves the definition of the institutional organizational mission and role)
2.    Seorang pemimpin adalah pengejawantahan tujuan organisasi (the institutional embodiment of purpose)
3.    Mempertahankan keutuhan organisasi (to defend the organization’s integration)
4.    Mengendalikan konflik internal yang terjadi di dalam organisasi (the ordering of internal conflict).
Sekolah adalah lembaga yang bersifat kompleks dan unik. Bersifat kompleks karena sekolah sebagai organisasi di dalamnya terdapat berbagai dimensi yang satu sama lain saling berkaitan dan saling menentukan. Sedangkan sifat unik, menunjukkan bahwa sekolah sebagai organisasi memiliki ciri-ciri yang menempatkan sekolah memiliki karakter tersendiri, dimana terjadi proses belajar mengajar, tempat terselenggaranya pembudayaan kehidupan umat manusia.
Karena sifatnya yang kompleks dan unik, sekolah sebagai organisasi memerlukan tingkat koordinasi yang tinggi. Keberhasilan sekolah adalah keberhasilan kepala sekolah sebagai pemimpin organisasi. Kepala sekolah dapat dipandang sebagai pejabat formal sekaligus berperan sebagai manajer, sebagai pemimpin, sebagai pendidik dan yang tidak kalah penting seorang kepala sekolah juga berperan staf. Apabila seorang kepala sekolah ingin berhasil menggerakkan para guru, staf dan para siswa berperilaku dalam mencapai tujuan sekolah, maka yang harus dilakukan oleh seorang kepala sekolah sebagai seorang pemimpin organisasi adalah :
1.    Menghindarkan diri dari sikap dan perbuatan yang bersifat memaksa atau bertindak keras terhadap para guru, staf dan para siswa;
2.    Harus mampu melakukan perbuatan yang melahirkan kemauan untuk bekerja dengan penuh semangat dan percaya diri terhadap para guru, staf dan siswa.
Berikut digambarkan peranan kepala sekolah sebagai manager dan leader dalam kepemimpinan pendidikan menurut Law dan Glover (2000) dalam Husaini Usman (2014: 29):
Tabel 2.
Peranan Kepala Sekolah atau Kepemimpinan Pendidikan sebagai Manager dan Leader

Comments

Popular posts from this blog

Evaluasi Pembelajaran di SD PDGK4301

keterkaitan pendidikan kewarganegaraan dengan ips dalam pembelajaran terpadu

RPP Pembelajaran Kelas Rangkap