keterkaitan pendidikan kewarganegaraan dengan ips dalam pembelajaran terpadu
makalah
keterkaitan pendidikan kewarganegaraan dengan ips dalam pembelajaran terpadu
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Pada Mata Kuliah Pembelajaran PKN di SD PDGK 4201
Disusun oleh:
HESTI DARYADI
NIM. 825 210 984
KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS TERBUKA
UNIT PROGRAM JARAK JAUH (UPBJJ) BOGOR
KELOMPOK BELAJAR BABAKAN SIRNA (KELOMPOK SWADANA)
KOTA SUKABUMI
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Pendidikan
Kewarganegaraan (PKn) merupakan bidang studi yang bersifat multifaset dengan
konteks lintas bidang keilmuan. Secara filsafat keilmuan PKn memiliki ontology pokok ilmu politik khususnya
konsep political democracy untuk aspek
duties and rights of citizen (Chreshore:1886). Dari ontologi pokok inilah kemudian
berkembang konsep Civics yang secara
harafiah (dalam bahasa Latin) adalah civicus
yang artinya warga negara pada zaman Yunani kuno. Berawal dari pengertian
itulah kemudian berkembang dan secara akademis diakui sebagai embrionya civic education. Di Indonesia civic education ini diadaptasi menjadi Pendidikan
Kewarganegaraan (PKn). Secara epistemologis, PKn sebagai suatu bidang keilmuan
merupakan pengembangan dari salah satu dari lima tradisi social studies yakni citizenship
transmission (Barr, Barrt, dan Shermis:1978). Tradisi social studies mengalami perkembangan pesat sehingga kini telah
menjadi suatu body of knowledge yang
memiliki paradigma sistemik berisi tiga domain
citizenship education yaitu: domain akademis, kurikuler, dan sosial
kultural (Winataputra:2001)
PKn
secara pragmatik memiliki visi socio-pedagogis
untuk mendidik warga negara yang demokratis dalam konteks yang lebih luas,
antara lain mencakup konteks pendidikan formal dan non-formal. Sedangkan secara
umum PKn memiliki visi formal-pedagogis
untuk mendidik warganegara yang demokratis dalam konteks pendidikan formal. Di
Indonesia PKn memiliki visi formal-pedagogis,
yakni sebagai mata pelajaran sosial dalam dunia persekolahan dan perguruan
tinggi yang berfungsi sebagai wahana untuk mendidik warganegara Indonesia yang
Pancasilais.
Mata
pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) merupakan mata pelajaran yang
memfokuskan pada pembentukan diri yang beragam dari segi drama, sosiokultural,
bahasa, usia dan suku bangsa untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas,
terampil dan berkarakter yang setia kepada bangsa dan negara Indonesia dengan
merefleksikan dirinya dalam kebiasaan berpikir dan bertindak sesuai dengan
amanat Pancasila dan UUD 1945 (Fajar, Arnie. 2005: 141).
Dalam
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006, mata pelajaran PKn bertujuan
agar siswa memiliki kemampuan : (1) berpikir secara kritis, rasional dan
kreatif dalam menanggapi persoalan hidup maupun isu kewarganegaraan; (2)
berpartisipasi secara bermutu dan bertanggung jawab, bertindak secara cerdas
dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara; (3) berkembang secara
positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan pada karakter-karakter
masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya; dan
(4) berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam peraturan dunia secara
langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi dan komunikasi.
Dalam
pelaksanaan pengajaran PKn haruslah diciptakan kondisi pembelajaran PKn yang
aktif dan kreatif dengan memaksimalkan berbagai sarana dan prasarana yang ada.
Ditegaskan dalam KTSP bahwa cara menyajikan pelajaran hendaknya memanfaatkan
berbagai sarana penunjang yang ada seperti perpustakaan, alat peraga, media
pembelajaran dan sebagainya. Selain hal-hal tersebut juga dituntut kreativitas
dari seorang guru yang baik, yang mampu menyampaikan materi pengajaran yang
baik melalui metode atau strategi belajar yang relevan dengan menggunakan
metode yang sesuai, maka proses pembelajaran akan lebih bermakna bagi siswa.
Terkait
dengan tuntutan kurikulum saat ini, kondisi yang harus tercapai adalah
pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efekif, menyenangkan, gembira dan
berbobot, serta dengan memadukan mata pelajaran lainnya ke dalam pembelajaran
PKn. Dengan demikian, diharapkan siswa dapat menerima transfer ilmu yang
diberikan oleh guru dengan maksimal dan dapat memberikan respon aktif dalam
proses pembelajaran. Maka dapat dikatakan bahwa proses belajar siswa merupakan
salah satu hal yang dapat dijadikan sebagai tolok ukur menarik atau tidaknya
proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh seorang guru. Sebagai seorang guru
sudah selayaknya dapat mendayagunakan seluruh kemampuannya guna mewujudkan
kondisi pembelajaran yang diharapkan. Seorang guru dituntut untuk dapat
memahami dan mengerti tujuan dari kurikulum yang berlaku saat ini. Memiliki
strategi pembelajaran yang baik, menguasai berbagai metode pembelajaran, dan
dapat menggunakan media pembelajaran dengan maksimal, sehingga dalam pembelajaran
PKn, siswa dapat menunjukkan aktivitas belajar yang maksimal pula. Untuk
menunjang tercapainya tujuan tersebut harus didukung oleh iklim pembelajaran
yang kondusif. Kualitas dan keberhasilan pembelajaran sangat dipengaruhi oleh kompetensi
dan ketepatan guru memilih dan menggunakan model pembelajaran.
Mata
pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan sesuai dengan hakikat dan karakteristiknya
memiliki keterkaitan dengan bidang studi lainnya, khususnya dengan IPS. Sebelum
menjadi mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, yang menurut Kurikulum Tahun
1994 diberinama Mata Pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan adalah
bagian dari mata pelajaran IPS.
Sehubungan
dengan permasalahan tersebut di atas, diperlukan adanya suatu model
pembelajaran yang mampu menempatkan siswa pada posisi yang lebih aktif, kreatif
dan dapat mengaitkan dengan mata pelajaran lainnya dalam kehidupan mereka
sehari-hari. Model tersebut adalah model Pembelajaran Terpadu Tipe Integrated.
Sesuai
dengan amanat KTSP 2006 yang diatur dalam Permendiknas tahun 2006, bahwa model
pembelajaran terpadu merupakan salah satu model implementasi kurikulum yang
dianjurkan untuk diaplikasikan pada semua jenjang pendidikan, mulai dari
tingkat Sekolah Dasar (SD) sampai tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA). Namun
pada kenyataan pelaksanaannya masih belum optimal.
Menurut
John Dewey dalam Syaefuddin Sa’ud dkk. (2006: 4), istilah pembelajaran terpadu
berasal dari kata “integrated teaching
and learning” atau “integrated
curriculum approach” yang merupakan pendekatan untuk mengembangkan
kemampuan anak dalam pembentukan pengetahuan berdasarkan interaksi dengan
lingkungan dan pengalaman dalam kehidupannya.
Pembelajaran
ini merupakan model yang mencoba untuk memadukan beberapa pokok bahasan (Beane
dalam Syefuddin Sa’ud, 2006: 6). Dibutuhkan suatu tema atau topik pemersatu
dari beberapa pokok bahasan tersebut. Pembelajaran terpadu sangat diperlukan
terutama untuk SD, karena pada jenjang ini siswa menghayati pengalamannya masih
secara totalitas serta masih sulit menghadapi pemilahan yang artificial (Richmond dalam Syaefuddin
Sa’ud, 2006: 5).
Jadi,
penulis menyimpulkan bahwa pembelajaran terpadu adalah sebuah pendekatan
pembelajaran yang mengaitkan dan memadukan materi ajar dalam suatu mata
pelajaran atau antar mata pelajaran dengan semua aspek perkembangan anak,
kebutuhan dan minat anak, serta kebutuhan dan tuntutan lingkungan sosial
keluarga. Oleh karena itu penulis tertarik untuk menulis makalah yang berjudul
“Keterkaitan Pendidikan Kewarganegaraan dengan IPS dalam Pembelajaran Terpadu”.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah di atas, maka penulis menyimpulkan beberapa masalah yang
akan dibahas dalam makalah ini, yaitu sebagai berikut:
1.
Bagaimana
Konsep pembelajaran PKN di SD?;
2.
Bagaimana
konsep pembelajaran terpadu?; dan
3.
Bagaimana
Keterkaitan Pendidikan Kewarganegaraan dengan IPS dalam pembelajaran terpadu?
C. Tujuan
Penulisan
Adapun
tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.
Untuk
mengetahui konsep pembelajaran PKN di SD;
2.
Untuk
mengetahui konsep pembelajaran terpadu; dan
3.
Untuk
mengetahui keterkaitan Pendidikan Kewarganegaraan dengan IPSdalam pembelajaran
terpadu.
D. Manfaat
Penulisan
Adapun
manfaat dari penulisan makalah ini, penulis merumuskannya sebagai berikut:
1.
Dari
segi teoritis, makalah ini bermanfaat sebagai penguat dan penjelas terhadap
teori yang sedang berkembang saat ini. Orang yang mengkaji teori adakalanya mengalami
kendala dalam memahami bahasa dari uraian teori tersebut, tergantung dari
perbendaharaan bahasa orang tersebut. Makalah ini menggunakan bahasa yang
sederhana dengan tujuan untuk memudahkan dan memperjelas teori agar mudah
dipahami.
2.
Dari
segi praktis, makalah ini bermanfaat sebagai acuan sederhana bagi guru untuk
melaksanakan praktik mengajar pada pendidikan dasar.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Konsep
Pembelajaran PKN di SD
1. Hakikat
Pendidikan Kewarganegaraan
Pendidikan
kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan
warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk
menjadi warganegara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.
Adapun
karakteristik Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) adalah sebagai berikut:
a.
PKn
termasuk dalam proses ilmu sosial (IPS);
b.
PKn
diajarkan sebagai mata pelajaran wajib dari seluruh program sekolah dasar
sampai perguruan tinggi;
c.
PKn
menanamkan banyak nilai, diantaranya nilai kesadaran, bela negara, penghargaan
terhadap hak azasi manusia, kemajemukan bangsa, pelestarian lingkungan hidup,
tanggung jawab sosial, ketaatan pada hukum, ketaatan membayar pajak, serta
sikap dan perilaku anti korupsi, kolusi, dan nepotisme;
d.
PKn
memiliki ruang lingkup meliputi aspek Persatuan dan Kesatuan bangsa, Norma,
hukum dan peraturan, Hak asasi manusia, Kebutuhan warga negara, Konstitusi
Negara, Kekuasan dan Politik, Pancasila dan Globalisasi;
e.
PKn
memiliki sasaran akhir atau tujuan untuk terwujudnya suatu mata pelajaran yang
berfungsi sebagai sarana pembinaan watak bangsa (nation and character building) dan pemberdayaan warga Negara;
f.
PKn
merupakan suatu bidang kajian ilmiah dan program pendidikan di sekolah dan
diterima sebagai wahana utama serta esensi pendidikan demokrasi di Indonesia;
g.
PKn
mempunyai 3 pusat perhatian yaitu Civic
Intellegence (kecerdasan dan daya nalar warga negara baik dalam dimensi
spiritual, rasional, emosional maupun sosial), Civic Responsibility (kesadaran akan hak dan kewajiban sebagai
warga negara yang bertanggung jawa dan Civic Participation (kemampuan
berpartisipasi warga negara atas dasar tanggung jawabnya, baik secara
individual, sosial maupun sebagai pemimpin hari depan);
h.
PKn
lebih tepat menggunakan pendekatan belajar kontekstual (CTL) untuk
mengembangkan dan meningkatkan kecerdasan, keterampilan, dan karakter warga
negara Indonesia. Contextual Teaching and
Learning (CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan
antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong
siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya
dalam kehidupan mereka sehari-hari; dan
i.
PKn
mengenal suatu model pembelajaran VCT (Value
Clarification Technique/Teknik Pengungkapan Nilai), yaitu suatu teknik
belajar-mengajar yang membina sikap atau nilai moral (aspek afektif).
Dari
karakteristik yang ada, terlihat bahwa PKn merupakan mata pelajaran yang
memiliki karakter berbeda dengan mata pelajaran lain. Walaupun PKn termasuk
kajian ilmu sosial namun dari sasaran / tujuan akhir pembentukan hasil dari
pelajaran ini mengharapkan agar siswa sebagai warga negara memiliki kepribadian
yang baik, bisa menjalankan hak dan kewajibannya dengan penuh kesadaran karena
wujud cinta atas tanah air dan bangsanya sendiri sehingga tujuan NKRI bisa
terwujud.
Setiap
negara pasti memiliki tujuan, hanya warga negara yang baiklah yang dapat
mencapai tujuan tersebut. Oleh karena itu PKn memiliki peran yang sangat besar
untuk membentuk siswa menjadi warga negara yang bisa mengemban semua
permasalahan negara dan mencapai tujuan negaranya.
Keberadaan
PKn dengan karakteristik seperti ini mestinya menjadi perhatian besar bagi
masyarakat, komponen pendidik dan negara. Hal ini disebabkan karena PKn banyak
mengajarkan niai-nilai pada siswanya. Nilai-nilai kebaikan, kebersamaan,
pengorbanan, menghargai orang lain dan persatuan ini jika di tanamkan dalam
diri siswa bisa menjadi bekal yang sangat berharga dalam kehidupan pribadi maupun
berbangsa dan bernegara. Siswalah yang akan menjadi cikal bakal penerus bangsa
dan yang akan mempertahankan eksistensi negara maka dari itu mereka sangat
memerlukan pelajaran PKn dalam konteks seperti ini.
John
J. Patrick dalam tulisan ‘Konsep inti PKn’ mengatakan PKn memiliki kriteria
dimana diartikan berkenaan dengan kepentingan warga negara. Ada 4 kateori yaitu
pengetahuan kewarganegaraan dan pemerintahan, keahlian kognitif warga negara,
keahlian partisipatori dan kebaikan pendidika kewarganegaraan. Jika empat
kategori ini hilang dari kurikulum PKn makan PKn dapat dianggap cacat.
Walaupun
pemerintah sudah memberi perhatian besar pada pelajaran PKn, semua itu tidak
akan cukup jika komponen pendidik, siswa, orang tua, dan masyarakat tidak
berpadu untuk bekerjasama menjalankan inti pelajaran PKn ini. Berkaitan dengan
kandungan nilai-nilai dalam PKn saja misalnya, banyak guru yang luput
mengajarkan nilai-nilai kehidupan pada saat mengajar karena terburu dengan
meteri sesuai kurikulum, siswa belajar hanya orientasi materi sehingga civic intelligent saja yang terpenuhi.
Meskipun materi PKn saat ini tidak banyak mencantumkan secara konkret
nilai-nilai kehidupan dalam silabus pengajaran, semestinya guru mampu berperan
memasukan nilai-nilai ini sebagai hiden
curicullum bagi siswa.
2. Fungsi
dan Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan
Pembelajaran
PKn memiliki beberapa tujuan untuk siswa. Adapun tujuan pembelajaran PKn
menurut Lampiran Permendiknas RI No. 22 Tahun 2006 pp. 272, 280, 287
sebagaimana uraian berikut ini:
a.
Berpikir
secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan;
b.
Berpartisipasi
secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta anti-korupsi;
c.
Berkembang
secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan
karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan
bangsa-bangsa lainnya; dan
d.
Berinteraksi
dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak
langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
Rumusan
tujuan tersebut memiliki kemiripan dengan tujuan pendidikan kewarganegaraan
dalam dokumen National Standards for
Civics and Government yang dikembangkan oleh Center for Civic Education (1994) Calabasas, Amerika Serikat. National Standards for Civics and Government
merumuskan tujuan pembelajaran civics dalam tiga bentuk komponen kompetensi
kewarganegaraan, yaitu pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge), karakter kewarganegaraan (civic dispositions), dan keterampilan kewarganegaraan (civic skills) yang memuat kecakapan
intelektual dan partisipatori.
3. Ruang
lingkup PKN di SD
Semenjak
diberlakukan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Republik
Indonesia (RI) No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan
Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah, terdapat perubahan standarisasi materi
kurikulum setiap mata pelajaran. Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
(PKn) dalam Permendiknas tersebut memuat ruang lingkup materi, tujuan, dan
struktur materi yang harus diajarkan di masing-masing jenjang pendidikan.
Dengan
mengacu kepada Permendiknas tersebut, mata pelajaran PKn secara umum telah
mengalami perubahan paradigma. Paradigma tersebut meliputi aspek keilmuan,
tujuan pembelajaran, dan struktur kajian PKn. Mata pelajaran PKn merupakan mata
pelajaran yang bersifat interdisipliner terutama disiplin ilmu hukum, politik,
dan filsafat moral. Sifat interdisipliner ini menjadikan PKn jelas batang
keilmuannya (body of knowledge).
Dalam
paradigma PKn sekarang dikenal tiga komponen yang saling berkaitan. Menurut
Udin Saripuddin Winataputra, dkk (2007), tiga komponen tersebut adalah
sebagaimana uraian berikut ini.
a.
Komponen
pengetahuan kewarganegaraan (civic
knowledge) berupa materi pelajaran PKn yang harus dicapai peserta didik.
b.
Komponen
keterampilan kewarganegaraan (civic
skills) berupa kemampuan bersifat partisipatoris dan kemampuan intelektual.
c.
Komponen
watak/karakter kewarganegaraan (civic
dispositions) seperti bertanggung jawab secara moral; disiplin; rasa hormat
terhadap nilai dan martabat kemanusiaan; rasa hormat terhadap peraturan
(hukum); mau mendengarkan, bernegosiasi dan berkompromi untuk mencapai kebaikan
publik; dan menjunjung tinggi kebenaran dan keadilan.
Adapun
ruang lingkup materi Pendidikan Kewarganegaraan di SD terbagi menjadi 8
(delapan) materi pokok standar isi mata pelajaran PKn di Indonesia untuk satuan
pendidikan dasar dan menengah memuat komponen sebagai berikut:
a.
Persatuan
dan Kesatuan Bangsa;
b.
Norma,
Hukum dan Peraturan;
c.
Hak
Asasi Manusia;
d.
Kebutuhan
Warga Negara;
e.
Konstitusi
Negara;
f.
Kekuasan
dan Politik;Pancasila; dan
g.
Globalisasi.
Jika
dipilah-pilah dari kedelapan pokok ke dalam standar kompetensi dan kompetensi
dasarnya, maka dimensi pembelajarannya mencakup aspek kajian (1) Politik
Kenegaraan; (2) Hukum dan Konstitusi; dan, (3) Nilai Moral Pancasila.
Masing-masing topik/ruang lingkup kajian tersebut secara rinci dijabarkan
sebagai berikut:
a.
Persatuan
dan Kesatuan Bangsa, meliputi: hidup rukun dalam perbedaan, cinta lingkungan,
kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, sumpah pemuda, keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia, partisipasi dalam pembelaan negara, sikap positif terhadap
Negara Kesatuan Republik Indonesia, keterbukaan dan jaminan keadilan.
b.
Norma,
Hukum dan Peraturan, meliputi: tertib dalam kehidupan keluarga, tata tertib di
sekolah, norma yang berlaku di masyarakat, peraturan-peraturan daerah,
norma-norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sistem hukum dan peradilan
nasional, hukum dan peradilan internasional.
c.
Hak
Asasi Manusia, meliputi: hak dan kewajiban anak, hak dan kewajiban anggota
masyarakat, instrumen nasional dan internasional HAM, pemajuan, penghormatan
dan perlindungan HAM.
d.
Kebutuhan
Warga Negara, meliputi: hidup gotong royong, harga diri sebagai warga
masyarakat, kebebasan berorganisasi, kemerdekaan mengeluarkan pendapat,
menghargai keputusan bersama, Prestasi diri, persamaan kedudukan warga negara.
e.
Konstitusi
Negara, meliputi: proklamasi kemerdekaan dan konstitusi yang pertama,
konstitusi-konstitusi yang pernah digunakan di Indonesia, hubungan dasar negara
dengan konstitusi.
f.
Kekuasan
dan Politik, meliputi: pemerintahan desa dan kecamatan, pemerintahan daerah dan
otonomi, pemerintah pusat, demokrasi dan sistem politik, budaya politik, budaya
demokrasi menuju masyarakat madani, sistem pemerintahan, pers dalam masyarakat
demokrasi.
g.
Pancasila,
meliputi: kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara, proses
perumusan Pancasila sebagai dasar negara, pengamalan nilai-nilai Pancasila
dalam kehidupan sehari-hari, Pancasila sebagai ideologi terbuka.
h.
Globalisasi,
meliputi: globalisasi di lingkungannya, politik luar negeri Indonesia di era
globalisasi, dampak globalisasi, hubungan internasional dan organisasi
internasional, dan mengevaluasi globalisasi.
B. Konsep
Pembelajaran Terpadu
1. Pengertian
Pembelajaran Terpadu
Pada
dasarnya, pembelajaran terpadu merupakan suatu sistem pembelajaran yang
memungkinkan siswa, baik secara individual maupun kelompok, aktif mencari, menggali
dan menemukan konsep serta prinsip keilmuan secara holistik, bermakna, dan
otentik.
Pembelajaran
terpadu adalah suatu pembelajaran yang mengaitkan tema-tema yang over lapping untuk dikemas menjadi satu
tema besar kemudian dibahas dalam suatu pembelajaran. Model pembelajaran
terpadu merupakan model pembelajaran dengan pendekatan yang menekankan pada
aspek-aspek bersifat umum seperti thinking
skills, social skill, values dan
attitudes. Model Pembelajaran ini dapat diterapkan pada semua mata
pelajaran.
Pengertian
pembelajaran terpadu menurut Tim Pengembang PGSD (2001; 8) dapat dilihat
sebagai:
a.
Pembelajaran
yang beranjak dari suatu tema tertentu sebagai pusat perhatian yang digunakan
untuk memahami gejala-gejala dan konsep lain baik yang berasal dari bidang
studi yang bersangkutan maupun dari bidang studi lainnya.
b.
Suatu
pendekatan pembelajaran yang menghubungkan berbagai bidang studi yang
mencerminkan dunia nyata di sekeliling dan dalam rentang kemampuan dan
perkembangan anak.
c.
Suatu
cara untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan anak secara simultan.
d.
Merakit
atau menggabungkan sejumlah konsep dalam beberapa bidang studi yang berbeda,
dengan harapan anak akan belajar dengan lebih baik dan bermakna.
Pembelajaran
terpadu merupakan pembelajaran yang dipadukan dari konsep, materi, mata
pelajaran, bahkan sikap dan perilaku terkait yang dijadikan suatu tema, dan
tema-tema tersebut tidak dipilih-pilih antar bidang studi.
2. Tujuan
Pembelajaran Terpadu
Pembelajaran
terpadu dikembangkan selain untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah
ditetapkan, diharapkan siswa juga dapat: (1) Meningkatkan pemahaman konsep yang
dipelajarinya secara lebih bermakna; (2) Mengembangkan keterampilan menemukan,
mengolah, dan memanfaatkan informasi; (3) Menumbuhkembangkan sikap positif,
kebiasaan baik, dan nilai-nilai luhur yang diperlukan dalam kehidupan; (4)
Menumbuhkembangkan keterampilan sosial seperti kerja sama, toleransi,
komunikasi, serta menghargai pendapat orang lain; (5) Meningkatkan minat dalam
belajar; dan (6) Memilih kegiatan yang sesuai dengan minat dan kebutuhannya.
3. Karakteristik
Pembelajaran Terpadu
Menurut
Depdikbud (1996:3), pembelajaran terpadu sebagai suatu proses mempunyai
beberapa karakteristik atau ciri-ciri yaitu: holistik, bermakna, otentik, dan
aktif.
a. Holistik
Suatu
gejala atau fenomena yang menjadi pusat perhatian dalam pembelajaran terpadu
diamati dan dikaji dari beberapa bidang kajian sekaligus, tidak dari sudut
pandang yang terkotak-kotak. Pembelajaran terpadu memungkinkann siswa untuk
memahami suatu fenomena dari segala sisi. Pada gilirannya nanti, hal ini akan
membuat siswa lebih arif dan bijak di dalam menyikapi atau mengahdapi kejadian
yang ada di depan mereka.
b. Bermakna
Pengkajian
suatu fenomena dari berbagai aspek seperti yang dijelaskan di atas,
memungkinkan terbentuknya semacam jalinan antar konsep-konsep yang berhubungan
yang disebut skemata. Hal ini akan berdampak pada kebermaknaan dari materi yang
dipelajari. Rujukan yang nyata dari semua konsep yang diperoleh dan
keterkaitannya dengan konsep-konsep lainnya akan menambah kebermaknaan konsep
yang dipelajari. Selanjutnya, hal ini akan mengakibatkan pembelajaran yang
fungsional. Siswa mampu menerapkan perolehan belajarnya untuk memecahkan
masalah-masalah yang muncul dalam kehidupannya.
c. Otentik
Pembelajaran
terpadu memungkinkan siswa memahami
secara langsung prinsip dan konsep yang ingin dipelajarinya melalui kegiatan
belajar secara langsung. Mereka memahami dari hasil belajarnya sendiri, bukan
sekedar pemberitahuan guru. Informasi dan pengetahuan yang diperoleh sifatya
lebih otentik. Misalnya, hukum pemantulan cahaya diperoleh siswa melalui
eksperimen. Guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator, sedangkan siswa
bertindak sebagai aktor pencari informasi dan pemberitahuan.
d. Aktif
Pembelajaran
terpadu menekankan keaktifan siswa dalam pembelajaran, baik secara fisik,
mental, intelektual, maupun emosional guna tercapainya hasil belajar yang
optimal dengan mempertimbangkan hasrat, minat dan kemampuan siswa sehingga
mereka termotivasi untuk terus-menerus belajar. Dengan demikaian, pembelajaran
terpadu bukan hanya sekedar merancang aktivitas-aktivitas dari masing-masing
mata pelajaran yang saling terkait. Pembelajaran terpadu bisa saja dikembangkan
dari suatu tema yang disepakati bersama dengan melirik aspek-aspek kurikulum
yang bisa dipelajari secara bersama melalui pengembangan tema tersebut.
Selain
itu, Hilda Karli dan Margaretha (2002:15) mengemukakan beberapa ciri
pembelajaran terpadu, yaitu sebagai berikut :
a.
Holistik,
suatu peristiwa yang menjadi pusat perhatian dalam pembelajaran terpadu dikaji
dari beberapa bidang studi sekaligus untuk memahami suatu fenomena dari segala
sisi.
b.
Bermakna,
keterkaitan antara konsep-konsep lain akan menambah kebermaknaan konsep yang
dipelajari dan diharapkan anak mampu menerapkan perolehan belajarnya untuk
memecahkan masalah- masalah nyata di dalam kehidupannya.
c.
Aktif,
pembelajaran terpadu dikembangkan melalui pendekatan discoveri-inquiri. Peserta didik terlibat secara aktif dalam proses
pembelajaran yang secara tidak langsung dapat memotivasi anak untuk belajar.
Sejalan
dengan itu, Tim Pengembang PGSD (1977: 7) mengemukakan bahwa pembelajaran
terpadu memiliki ciri-ciri berikut ini :
a.
Berpusat
pada anak (Student Centered)
Pada
dasarnya pembelajaran terpadu merupakan suatu system pembelajaran yang
memberikan keleluasaan pada siswa, baik secara individu maupun secara kelompok.
Siswa dapat aktif mencari, menggali, dan menemukan konsep serta prinsip-prinsip
dari suatu pengetahuan yang harus dikuasainya sesuai dengan perkembangannya.
Siswa dapat mencari tahu sendiri apa yang dia butuhkan. Hal ini sesuai dengan pendekatan
belajar modern yang lebih banyak menempatkan siswa sebagai subjek belajar.
Peran guru lebih banyak sebagai fasilitator yaitu memberkan kemudahan-kemudahan
kepada siswa untuk melakukan aktivitas belajar.
Contoh:
Guru
melaksanakan tugasnya sebagai fasilitator, salah satunya menciptakan suasana
kelas yang menyenangkan. Sehingga kelas lebih terasa nyaman dan mengasyikan
untuk belajar. Selain itu, guru dapat berperan sebagai fasilitator dalam
kegiatan praktikum. Guru hanya memberi petunjuk dan mengarahkan proses
pelaksanaan praktikum. Siswa melaksanaakan praktikum sendiri sesuai dengan
arahan dari guru. Siswa mencatat hasil praktikumnya. Guru meluruskan konsep
yang salah. Guru bersama siswa menyimpulkan hasil praktikum.
b.
Memberikan
pengalaman langsung pada anak (Direct
Experince)
Pembelajaran
terpadu diprogramkan untuk melibatkan siswa secara langsung pada konsep dan
prisip yang dipelajari dan memungkinkan siswa belajar dengan melakukan kegiatan
secara langsung sehingga siswa akan memahami hasil belajarnya secara langsung.
Siswa akan memahami hasil belajarnya sesuai dengan fakta dan peristiwa yang
mereka alami, bukan sekedar memperoleh informasi dari gurunya. Guru lebih
banyak bertindak sebagai fasilitator yang membimbing ke arah tujuan yang ingin
dicapai. Sedangkan siswa sebagai aktor pencari fakta serta informasi untuk
mengembangkan pengetahuannya. Dengan pengalaman langsung ini, siswa dihadapkan
pada sesuatu yang nyata (konkrit) sebagai dasar untuk memahami hal-hal yang
lebih abstrak.
Contoh:
Guru
mengajak siswa ke tempat sesuai dengan materi pelajaran yang dipelajari,
misalnya museum, pantai, gunung, kebun, dan lain sebagainya. Dengan pengalaman
langsung tersebut, siswa dapat mengetahui dengan jelas serta memahami materi
yang dipelajari.
c.
Pemisahan
antara bidang studi tidak begitu jelas
Pembelajaran
terpadu memusatkan perhatian pada pengamatan dan pengkajian suatu gejala atau
peristiwa dari beberapa mata pelajaran sekaligus, tidak dari sudut pandang yang
terkotak-kotak/dibatasi. Sehingga memungkinkan siswa untuk memahami suatu
fenomena pembelajaran dari segala sisi, yang pada gilirannya nanti akan membuat
siswa lebih arif dan bijak dalam menyikapi atau menghadapi kejadian yang ada.
Bahkan
dalam pelaksanaan kelas-kelas awal, fokus pembelajaran diarahkan kepada
pembahasan tema-tema yang paling dekat berkaitan dengan kehidupan siswa.
Contoh:
Guru
bercerita “Menjenguk Teman yang Sakit”.
“Jam
06.30, Andi pergi ke sekolah. Sebelum berangkat, tidak lupa Andi berpamitan
kepada kedua orang tuanya. Sesampainya disekolah, Andi dan teman-temannya
dikejutkan dengan berita bahwa Jery teman sekelasnya tidak masuk sekolah karena
mengalami kecelakaan lalu lintas. Jery melanggar peraturan lalu lintas karena
ia mengendarai sepeda di sebelah kanan jalan. Andi dan teman-temannya iuran
untuk menjenguk Jery. Uang iuran terkumpul Rp.100.000,00. Uang tersebut
dibelikan 2 bungkus Roti tawar, masing-masing seharga Rp. 7.500,00. Selain itu
membeli buah-buahan : 1 kilogram Apel seharga Rp.20.000,00 dan 2 kilogram jeruk
seharga Rp. 30.000,00 dan sisanya ditaruh di dalam amplop untuk diberikan
kepada Jery.
d.
Menyajikan
konsep dari berbagai bidang studi dalam suatu proses pembelajaran
Pembelajaran
terpadu mengkaji suatu fenomena dari berbagai macam aspek yang membentuk
semacam jalinan antarskema yang dimiliki oleh siswa, sehingga akan berdampak
pada kebermaknaan dari materi yang dipelajari siswa. Hasil yang nyata didapat
dari segala konsep yang diperoleh dan keterkaitannya dengan konsep-konsep lain
yang dipelajari siswa. Hal ini mengakibatkan kegiatan belajar menjadi lebih
bermakna. Dari kegiatan ini diharapkan dapat berakibat pada kemampuan siswa
untuk dapat menerapkan apa yang diperoleh dari belajarnya pada pemecahan
masalah-masalah yang nyata dalam kehidupan siswa tersebut sehari-hari. Dengan
demikian siswa dapat memahami konsep-konsep tersebut secara utuh. Hal ini
diperlukan untik membantu siswa dalam memecahkan masalah yang dihadapi siswa
dalam kehidupan sehari-hari.
Contoh:
Siswa
belajar tentang jual beli dengan menggunakan metode bermain peran. Ada yang
berperan sebagai penjual dan pembeli. Dalam bermain permain peran tersebut,
terjadi interaksi antara penjual dan pembeli. Dalam berinteraksi sebagai
penjual dan pembeli terdapat komunikasi. Jadi, siswa dapat belajar bagaimana
cara berkomunikasi yang baik (mata belajaran Bahasa Indonesia), materi tentang
pasar tersebut (penjual, pembeli, tawar-menawar) termasuk dalam mata pelajaran
IPS dan tawar menawar harga yang terjadi antara penjual dan pembeli termasuk
dalam pembelajaran matematika. Jadi, dalam kegiatan pembelajaran tersebut
terdapat kebermaknaan antar konsep mata pelajaran satu dengan mata pelajaran
lain.
e.
Bersikap
luwes (Fleksibel)
Pembelajaran
terpadu bersifat luwes, sebab guru dapat mengaitkan bahan ajar dari satu bahan
ajar dengan mata pelajaran lainnya, bahkan dengan kehidupan siswa dan keadaan
lingkungan dimana sekolah dan siswa berada.
Contoh:
Guru
dengan fleksibel dapat mengaitkan beberapa bahan ajar. Dalam mengaitkan
beberapa bahan ajar tersebut, guru menyesuaiakan dengan lingkungan sekitar
siswa. Misalnya dalam pelajaran olahraga, siswa sedang bermain bola. Kemudian
dalam pembelajaran IPA materi gravitasi bumi, guru membahas kembali kegiatan
ketika olah raga. Guru menanyakan mengapa bola dilempar akan jatuh ke tanah?
f.
Hasil
pembelajaran dapat berkembang sesuai dengan minat dan kebutuhan anak.
Siswa
diberi kesempatan untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya sesuai dengan minat
dan kebutuhannya. Kegiatan-kegiatan yang dipilih dalam pelaksanaan pembelajaran
terpadu bertolak dari minat dan kebutuhan siswa. Menggunakan prinsip belajar
menyenangkan bagi siswa. Mengembangkan keterampilan sosial siswa, seperti
kerjasama, toleransi, komunikasi, dan tanggap terhadap gagasan orang lain.
Dengan demikian, siswa diberi kesempatan untuk mengoptimalkan potensi yang
dimilikinya.
4. Model-model
Pembelajaran Terpadu
Ada
tiga model pembelajaran terpadu, namun di sini kita bahas tiga model, yaitu
model webbed, model connected dan model integrated.
a.
Contoh
Pembelajaran Terpadu Model Connected
Pembelajaran
terpadu model connected, hanya memadukan topik-topik yang hampir sama dalam
satu mata pelajaran saja. Langkah-langkah yang ditempuh dalam model
pembelajaran keterhubungan sebagai berikut : (1) Guru menentukan tema-tema yang
dipilih dari silabus, (2) Guru mencari tema yang hampir sama/relevan dengan
tema-tema yang lain, (3) Tema-tema tersebut diorganisasikan pada tema induk
seperti pada gambar di atas yang cakupannya lebih luas, (4) Guru menjelaskan
materi yang terdiri dari beberapa tema di atas, (5) Guru mengadakan tanya jawab
tentang materi yang diajarkan, (6) Dengan bimbingan guru siswa membentuk
kelompok kecil, (7) Dengan bimbingan guru pula siswa diminta untuk mengerjakan
pertanyaan yang telah disiapkan dan mengerjakan tugas kelompok dari guru, (7)
Guru memberikan kesimpulan, penegasan, evaluasi secara tertulis dan sebagai
tindak lanjut guru menugaskan pada siswa untuk menyusun portofolio dan
dikumpulkan minggu depan.
b.
Pembelajaran
Terpadu Model Webbed
Dalam
model pembelajaran ini guru memilih tema yang sama atau hampir sama dari
beberapa standar kompetensi dengan lintas mata pelajaran atau pada bidang studi
yang berbeda. Misal PKn dengan IPS, IPA, Matematika, dan Bahasa Indonesia.
Langkah-langkah
yang ditempuh dalam model pembelajaran jaring laba-laba sebagai berikut.: (1)
Guru menyiapkan tema utama seperti nilai juang dalam perumusan Pancasila, dan
tema lain yang telah dipilih dari beberapa standar kompetensi lintas mata
pelajaran/bidang Studi, (2) Guru menyiapkan tema-tema yang telah terpilih,
misalnya tema matematika, kesenian, bahasa dan IPS yang sesuai dengan tema nilai
juang dalam perumusan Pancasila supaya tidak over lapping, (3) Guru menjelaskan
tema-tema yang terkait sehingga materinya lebih luas, (4) Guru memilih konsep
atau informasi yang bisa mendorong belajar siswa dengan pertimbangan lain yang
memang sesuai dengan prinsip-prinsip pembelajaran terpadu.
c.
Model
Pembelajaran Terpadu Integrated.
Model
integrated yaitu pembelajaran yang
mengintegrasikan beberapa tema yang serumpun pada mata pelajaran. Langkah-langkah
pembelajaran terpadu model integrated
sebagai berikut: (1) guru menentukan salah satu tema dari mata-pelajaran PKn
yang akan dipadukan dengan tema-tema pada mata pelajaran lain, (2) guru mencari
tema-tema dari mata-pelajaran lain yang memiliki makna yang sama, (3) guru
memadukan tema-tema dari beberapa mata pelajaran yang dikemas menjadi satu tema
besar, (4) guru menyusun RPP yang terdiri dari gabungan konsep-konsep beberapa
mata-pelajaran, (5) guru menentukan alokasi waktu karena untuk pembelajaran ini
biasanya memerlukan waktu lebih dari satu kali pertemuan.
5. Kelebihan
dan Kekurangan Pembelajaran Terpadu
a. Kekuatan
atau kelebihan dari pelaksanaan pembelajaran terpadu
1)
Pengalaman
dan kegiatan belajar anak akan selalu relevan dengan tingkat perkembangan anak.
Hal ini dikarenakan dalam pembelajaran menggunakan pengambilan tema. Guru dalam
memilih tema yang akan dipelajari oleh siswa dapat disesuaikan dengan tingkat
perkembangan siswa, misalnya untuk anak kelas rendah guru dapat memulai dengan
tema diri sendiri.
2)
Kegiatan
yang dipilih sesuai dengan minat dan kebutuhan anak.
3)
Seluruh
kegiatan belajar lebih bermakna bagi anak sehingga hasil belajar akan dapat
bertahan lebih lama. Pembelajaran Terpadu menumbuh kembangkan keterampilan
berpikir anak. Meningkatkan taraf kecakapan berpikir peserta didik, karena
peserta didik dihadapkan pada gagasan atau pemikiran yang lebih luas dan lebih
dalam ketika menghadapi situasi pembelajaran.
4)
Menyajikan
kegiatan yang bersifat pragmatis sesuai dengan permasalahan yang sering ditemui
dalam lingkungan anak. Pembelajaran terpadu menyajikan penerapan/aplikasi
tentang dunia nyata yang dialami dalam kehidupan sehari-hari, sehingga
memudahkan pemahaman konsep.
5)
Menumbuh
kembangkan keterampilan sosial anak, seperti kerja sama, toleransi, komunikasi
dan respek terhadap gagasan orang lain.
6)
Dengan
menggabungkan berbagai bidang kajian akan terjadi penghematan waktu, tenaga dan
sarana serta biaya karena beberapa bidang kajian dapat dibelajarkan sekaligus.
Tumpang tindih materi juga dapat dikurangi bahkan dihilangkan.
7)
Pembelajaran
terpadu membantu menciptakan struktur kognitif yang dapat menjembatani antara
pengetahuan awal peserta didik dengan pengalaman belajar yang terkait, sehingga
pemahaman menjadi lebih terorganisasi dan mendalam, dan memudahkan memahami
hubungan materi dari satu konteks ke konteks lainnya.
8)
Akan
terjadi peningkatan kerja sama antarguru bidang kajian terkait, guru dengan
peserta didik, peserta didik dengan peserta didik, peserta didik/guru dengan
narasumber; sehingga belajar lebih menyenangkan, belajar dalam situasi nyata,
dan dalam konteks yang lebih bermakna.
9)
Mempermudah
dan memotivasi siswa untuk mengenal, menerima, menyerap dan memahami
keterkaitan atau hubungan antara konsep, pengetahuan, nilai atau tindakan yang
terdapat dalam beberapa pokok bahasan atau bidang studi.
b. Kelemahan
Pelaksanaan Pembelajaran terpadu
Di
samping kekuatan yang dikemukakan itu, model pembelajaran terpadu juga memiliki
kelemahan. Perlu disadari, bahwa sebenarnya tidak ada model pembelajaran yang
cocok untuk semua konsep, oleh karena itu model pembelajaran harus disesuaikan
dengan konsep yang akan diajarkan. Begitu pula dengan pembelajaran terpadu
memiliki beberapa kelemahan sebagai berikut ini.
1)
Aspek
Guru
Guru
harus berwawasan luas, memiliki kreativitas tinggi, keterampilan metodologis
yang handal, rasa percaya diri yang tinggi, dan berani mengemas dan
mengembangkan materi. Secara akademik, guru dituntut untuk terus menggali
informasi ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan materi yang akan diajarkan dan
banyak membaca buku agar penguasaan bahan ajar tidak terfokus pada bidang
kajian tertentu saja. guru tidak sekedar mengajar, tetapi ia harus
mempersiapkan secara cermat, melaksanakan, dan memantau perkembangan siswa
dengan berbagai karakterstiknya. Tanpa kondisi ini, maka pembelajaran terpadu
akan sulit terwujud.
2)
Aspek
peserta didik
Pembelajaran
terpadu menuntut kemampuan belajar peserta didik yang relatif “baik”, baik
dalam kemampuan akademik maupun kreativitasnya. Hal ini terjadi karena model
pembelajaran terpadu menekankan pada kemampuan analitik (mengurai), kemampuan asosiatif (menghubung-hubungkan),
kemampuan eksploratif dan elaboratif (menemukan dan menggali).
Bila kondisi ini tidak dimiliki, maka penerapan model pembelajaran terpadu ini
sangat sulit dilaksanakan.
3)
Aspek
sarana dan sumber pembelajaran
Pembelajaran
terpadu memerlukan bahan bacaan atau sumber informasi yang cukup banyak dan
bervariasi, mungkin juga fasilitas internet. Semua ini akan menunjang,
memperkaya, dan mempermudah pengembangan wawasan. Bila sarana ini tidak
dipenuhi, maka penerapan pembelajaran terpadu juga akan terhambat.
4)
Aspek
kurikulum
Kurikulum
harus luwes, berorientasi pada pencapaian ketuntasan pemahaman peserta didik
(bukan pada pencapaian target penyampaian materi). Guru perlu diberi kewenangan
dalam mengembangkan materi, metode, penilaian keberhasilan pembelajaran peserta
didik.
5)
Aspek
penilaian
Pembelajaran
terpadu membutuhkan cara penilaian yang menyeluruh (komprehensif), yaitu menetapkan keberhasilan belajar peserta didik
dari beberapa bidang kajian terkait yang dipadukan. Dalam kaitan ini, guru
selain dituntut untuk menyediakan teknik dan prosedur pelaksanaan penilaian dan
pengukuran yang komprehensif, juga
dituntut untuk berkoordinasi dengan guru lain, bila materi pelajaran berasal
dari guru yang berbeda.
6)
Suasana
pembelajaran
Pembelajaran
terpadu berkecenderungan mengutamakan salah satu bidang kajian dan
‘tenggelam’nya bidang kajian lain. Dengan kata lain, pada saat mengajarkan
sebuah tema, maka guru berkecenderungan menekankan atau mengutamakan substansi
gabungan tersebut sesuai dengan pemahaman, selera, dan latar belakang
pendidikan guru itu sendiri.
7)
Aspek
Kultural
Keterbatasan
kultural bangsa ini yang mendorong setiap pejabat untuk mengontrol
mengakibatkan para guru tergantung, sementara guru yang berinisiatif harus
membentur berbagai regulasi.
C. Keterkaitan
Pendidikan Kewarganegaraan dengan IPS dalam Pembelajaran Terpadu
Pembelajaran
terpadu dalam Pendidikan Kewarganegaraan, bukanlah hal yang baru, terutama jika
hal tersebut dihubungkan dengan hubungan historis dan akademik dengan studi
sosial atau sekarang lebih dikenal dengan Ilmu Pengetahuan Sosial. Dikatakan
demikian karena untuk satuan pendidikan SD pendekatan pengajaran yang dianggap
lebih tepat adalah pendekatan terpadu,
karena pada umumnya guru SD adalah guru kelas.
Dengan
melihat sifat dan hakikat Pendidikan Kewarganegaraan maka di dalam Pendidikan
Kewarganegaraan pada dasarnya telah terdapat sifat keterpaduan, dengan kata
lain Pendidikan Kewarganegaraan dapat saja menggunakan pembelajaran terpadu
dalam pengajarannya. Hal itu misalnya akan lebih jelas bila dihubungkan dengan
hakikat pembelajaran terpadu, khususnya tentang dasar-dasar pertimbangan
pengembangan program pembelajaran terpadu, antara lain sebagai berikut:
1.
Karakteristik
anak SD;
2.
Konsep
disiplin ilmu;
3.
Standar
Kompetensi, Kompetensi Dasar, dan Indikator;
4.
Lingkungan
belajar anak; dan
5.
Bahan/Sumber-sumber
penunjang.
Selain
itu juga, dengan memperhatikan pengembangan pembelajaran terpadu khususnya
tentang perancangan pembelajaran terpadu terutama tentang: (1) pemilihan topik,
masalah atau tema dan subtema dari pokok bahasan dan sub pokok bahasan serta
kegiatan yang disarankan; dan (2) pengembangan model-model pembelajaran
terpadu, misalnya (a) keterhubungan (connected);
(b) jarring laba-laba (webbing); dan
(c) keterpaduan (integrated). Dasar-dasar tersebut memberi
kemungkinan bagi pengajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk menggunakan
pendekatan terpadu dan di samping itu sebagaimana telah diutarakan Pendidikan
Kewarganegaraan sendiri telah mengandung elemen-elemen yang kemungkinananya
untuk diajarkan secara terpadu.
Bidang
studi Pendidikan Kewarganegaraan dilihat dari hakikat dan sifa-sifat sebagai
program pendidikan memang telah memiliki sifat-sifat keterpaduan. Pendidikan
Kewarganegaraan sendiri adalah mata pelajaran yang memang merupakan gabungan
dari dua mata pelajaran, atau bidang studi yang sebelumnya dikenal dengan
bidang studi Pendidikan Moral Pancasila dan bidang studi Pendidikan
Kewarganegaraan. Bidang studi Pendidikan Kewarganegaraan yang dalam mata
pelajaran ini dinamakan Pendidikan Pancasila, muatan utamanya memang adalah
nilai-nilai moral Pancasila, sedangkan Pendidikan Kewarganegaraan yang menurut Kurikulum Sekolah Dasar Tahun
1968 adalah gabungan antara ilmu bumi, sejarah dan civics memang telah memiliki unsur-unsur keterpaduan bahkan jika
dihubungkan dengan tradisi pengajaran Studi Sosial. Itu berarti bahwa guru mata
pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan harus mengimplementasikan konsep
pembelajaran terpadu dalam proses belajar mengajarnya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan
pembahasan di atas, maka penulis dapat menyimpulkan beberapa hal yang terdapat
dalam makalah ini yaitu sebagai berikut:
1.
Pendidikan
kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan
warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk
menjadi warganegara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang di amanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.
Ruang lingkup materi Pendidikan Kewarganegaraan di SD terbagi menjadi 8
(delapan) materi pokok standar isi mata pelajaran PKn di Indonesia untuk satuan
pendidikan dasar dan menengah memuat komponen sebagai berikut: (a) Persatuan dan
Kesatuan Bangsa; (b). Norma, Hukum dan Peraturan; (c). Hak Asasi Manusia; (d).
Kebutuhan Warga Negara; (e). Konstitusi Negara; (f). Kekuasan dan Politik; Pancasila;
dan (g). Globalisasi.
2.
Pembelajaran
terpadu adalah suatu pembelajaran yang mengaitkan tema-tema yang over lapping untuk dikemas menjadi satu
tema besar kemudian dibahas dalam suatu pembelajaran. Model pembelajaran
terpadu merupakan model pembelajaran dengan pendekatan yang menekankan pada
aspek-aspek bersifat umum seperti
thinking skills, social skill, values dan attitudes. Model Pembelajaran ini dapat diterapkan pada semua mata
pelajaran. ciri pembelajaran terpadu, yaitu sebagai berikut : (a) Holistik,
suatu peristiwa yang menjadi pusat perhatian dalam pembelajaran terpadu dikaji
dari beberapa bidang studi sekaligus untuk memahami suatu fenomena dari segala
sisi; (b) Bermakna, keterkaitan antara konsep-konsep lain akan menambah
kebermaknaan konsep yang dipelajari dan diharapkan anak mampu menerapkan
perolehan belajarnya untuk memecahkan masalah- masalah nyata di dalam
kehidupannya; (c) Aktif, pembelajaran terpadu dikembangkan melalui pendekatan discoveri-inquiri. Peserta didik
terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran yang secara tidak langsung
dapat memotivasi anak untuk belajar.
3.
Pembelajaran
terpadu dalam Pendidikan Kewarganegaraan, bukanlah hal yang baru, terutama jika
hal tersebut dihubungkan dengan hubungan historis dan akademik dengan studi
sosial atau sekarang lebih dikenal dengan Ilmu Pengetahuan Sosial. Dikatakan
demikian karena untuk satuan pendidikan SD pendekatan pengajaran yang dianggap
lebih tepat adalah pendekatan terpadu,
karena pada umumnya guru SD adalah guru kelas. Dengan melihat sifat dan hakikat
Pendidikan Kewarganegaraan maka di dalam Pendidikan Kewarganegaraan pada
dasarnya telah terdapat sifat keterpaduan, dengan kata lain Pendidikan
Kewarganegaraan dapat saja menggunakan pembelajaran terpadu dalam
pengajarannya. Hal itu misalnya akan lebih jelas bila dihubungkan dengan
hakikat pembelajaran terpadu, khususnya tentang dasar-dasar pertimbangan
pengembangan program pembelajaran terpadu.
B. Saran
Berdasarkan
simpulan di atas, maka penulis dapat mengemukakan beberapa saran di antaranya:
1.
Pendidikan
Kewarganegaran merupakan mata pelajaran penting yang harus dilaksanakan oleh
setiap tingkat satuan pendidikan, mulai dari Pendidikan dasar sampai dengan
pendidikan tinggi. Kebijakan ini diterapkan agar out-put pendidikan dapat menciptakan warga negara Indonesia yang
cerdas, terampil dan berkarakter yang setia kepada bangsa dan negara Indonesia
dengan merefleksikan dirinya dalam kebiasaan berpikir dan bertindak sesuai
dengan amanat Pancasila dan UUD 1945. Oleh karena itu menurut hemat penulis
mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan harus tetap ada pada semua jenjang
pendidikan.
2.
Model
Pembelajaran terpadu sangat tepat diterapkan pada pendidikan dasar, karena
sesuai dengan karakteristik siswa sekolah dasar.
3.
Karena
begitu eratnya kaitan antara pendidikan kewarganegaraan dan Ilmu Pengetahuan
Sosial, maka penerapan model pembelajaran terpadu pada mata pelajaran tersebut
tepat dan memudahkan guru dalam proses pembelajaran disekolah.
DAFTAR
PUSTAKA
Mardiati,
Yayuk, dkk. 2010. Pengembangan Pendidikan
Kewarganegaraan SD. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Kementerian Pendidikan Nasional
Sapriya. 2012. Pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan (PKn). Jakarta: Dikjen PAI Kemenag RI
Winataputra,
Udin S, dkk. 2014. Materi Pokok
Pembelajaran PKN di SD. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka
Artikel
Comments
Post a Comment