KONSEP DASAR TEORI, BELAJAR DAN TEORI BELAJAR
KONSEP DASAR TEORI, BELAJAR DAN
TEORI BELAJAR
A. Pengertian Teori Menurut
Pendapat Para Ahli
1. Pengertian Teori
Teori merupakan kumpulan prinsip-prinsip
(principles) yang disusun secara sistematis. Prinsip tersebut berusaha
menjelaskan hubungan-hubungan antara fenomena-fenomena yang ada. Setiap teori
akan mengembangkan konsep-konsep yang digunakan sebagai simbol fenomena
tertentu.
Secara umum, teori adalah sebuah sistem
konsep abstrak yang mengindikasikan adanya hubungan diantara konsep-konsep
tersebut yang membantu kita memahami sebuah fenomena. Sehingga bisa dikatakan
bahwa suatu teori adalah suatu kerangka kerja konseptual untuk mengatur
pengetahuan dan menyediakan suatu cetak biru untuk melakukan beberapa tindakan
selanjutnya.
2. Pengertian teori menurut
beberapa ahli:
a. Jonathan H. Turner
Teori adalah sebuah proses mengembangkan ide-ide yang membantu kita
menjelaskan bagaimana dan mengapa suatu peristiwa terjadi.
b. Little John & Karen
Foss
Teori merupaka sebuah sistem konsep yang abstrak dan hubungan-hubungan
konsep tersebut yang membantu kita untuk memahami sebuah fenomena.
c. Kerlinger
Teori adalah konsep-konsep yang berhubungan satu sama lainnya yang mengandung suatu pandangan sistematis dari suatu fenomena.
Teori adalah konsep-konsep yang berhubungan satu sama lainnya yang mengandung suatu pandangan sistematis dari suatu fenomena.
d. Nazir
Teori adalah pendapat yang dikemukakan sebagai keterangan mengenai suatu peristiwa atau kejadian.
Teori adalah pendapat yang dikemukakan sebagai keterangan mengenai suatu peristiwa atau kejadian.
e. Stevens
Teori adalah suatu pernyataan yang isinya menyebabkan atau mengkarakteristikkan beberapa fenomena
Teori adalah suatu pernyataan yang isinya menyebabkan atau mengkarakteristikkan beberapa fenomena
B. Pengertian Belajar,
Ciri-Ciri Belajar dan Prinsip Belajar
1. Pengertian Belajar
Belajar adalah sebuah proses perubahan di
dalam kepribadian manusia dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan
kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan,
sikap, kebiasaan, pemahaman, ketrampilan, daya pikir, dan kemampuan-kemampuan
yang lain.
Pengertian belajar menurut kamus bahasa
Indonesia, Belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu,
berlatih, berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman.
2. Beberapa pengertian
belajar menurut para ahli:
a. Witherington
Belajar merupakan
perubahan dalam kepribadian yang dimanifestasikan sebagai pola-pola respons
yang baru berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan dan kecakapan.
b. Hilgard
Belajar adalah proses
dimana suatu perilaku muncul perilaku muncul atau berubah karena adanya respons
terhadap sesuatu situasi
c. Di Vesta dan Thompson
Belajar
adalah perubahan perilaku yang relatif menetap sebagai hasil dari pengalaman.
d. Gage & Berliner
Belajar
adalah suatu proses perubahan perilaku yang yang muncul karena pengalaman
e. James O. Whittaker
Belajar adalah Proses
dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman.
3. Ciri-ciri Belajar
- Belajar ditandai dengan adanya perubahan
tingkahlaku (change behavior). Ini berarti bahwa hasil dari belajar hanya
dapat diamati dari tingkahlaku yaitu adanya perubahan tingkahlaku, dari
tidak tahu menjadi tahu, dari tidak terampil menjadi terampil, dan lain
sebagainya. Tanpa pengamatan dari tingkahlaku hasil belajar kita tidak
dapat mengetahui ada tidaknya hasil belajar. Karena perubahan hasil
belajar hendaknya dinyatakan dalam bentuk yang dapat diamati.
- Perubahan perilaku relative permanent, ini
diartikan bahwa perubahan tingkah laku yang terjadi karena belajar untuk
waktu tertentu akan tetap atau tidak berubah-berubah, akan tetapi dilain
pihak tingkahlaku tersebut tidak akan terpancang seumur hidup
- Perubahan tingkah laku tidak harus segera dapat
diamati pada saat proses belajar sedang berlangsung, perubahan prilaku
tersebut bersifat potensial.
- Perubahan tingkahlaku merupakan hasil latihan
atau pengalaman
- Pengalaman atau latihan itu dapat memberi
penguatan. Sesuatu yang memperkuat memberikan semangat atau dorongan untuk
mengubah tingkah laku
Materi Pertemuan Ke-2
TEORI DISIPLIN MENTAL
A. Pengertian Teori
Disiplin Mental
Teori belajar disiplin mental berkembang
sebelum abad ke-20. Teori ini tanpa dilandasi eksperimen dan hanya berdasar
pada filosof atau spekulatif. Walaupun berkembang sebelum abad ke-20, namun
teori disiplin mental sampai sekarang masih ada pengaruhnya, terutama dalam
pelaksanaan pengajaran disekolah-sekolah. Teori ini menganggap bahwa secara
psikologi individu memiliki kekuatan, kemamouan atau potensi-potensi tertentu.
Belajar adalah pengalaman dari kekuatan, kemampuan dan potensi-potensi
tersebut.
Teori belajar disiplin mental, merupakan
salah satu pandangan yang mula-mula memberikan definisi tentang belajar yang
disusun oleh filsuf Yunani bernama Plato. Pandangan filsafatnya yaitu tentang
idealisme yang melukiskan pikiran dan jiwa yang bersifat dasar bagi segala
sesuatu yang ada. Idealisme hanyalah ide murni yang ada di dalam fikiran,
karena pengetahuan orang berasal dari ide yang ada sejak kelahirannya. Belajar
dilukiskan sebegai pengembangan oleh fikiran yang bersifat keturunan.
Kepercayaan ini kemudian dikenal sebagai konsep “Disiplin Mental” (Bell
Gredler, 1994:21)
B. Tujuan, Asumsi Dasar Disiplin Mental
Teori belajar disiplin mental menjadi
dasar untuk disusunnya strategi dan model pembelajaran untuk diterapkan bagi siswa.
Model pembelajaaran yang diaksud adalaah suatu perencanaan atau suatu pola yang
menggunakan pembelajaran dikelas atau pembelajaran dalam tutorial serta untuk
menentukan perangkat-perangkat pembelajaran (Triyanto, 2007:1)
Dalam kalangan anak-anak, bsik dilngkungan
keluarga ataupun disekolah, hamper semua aspek pembelajaran bisa dilakukan
dengan cara disiplinn, seperti pembiasaan secara tetap akan suatu pekerjaan,
latihan tetap terhadapsuatu keterampilan, disiplin diri dalam bertindak,
disiplin mengendalikan diri, bekerja keras dengan disiplin tetap, serta adanya
arahan-arahan motivasi dari pihak lain. Semua itu jika dilakukan akan
menghasilkan manusia yang memiliki kemampuan unggul dibidang yang dikerjakannya
atau dilatihnya secara disiplin tadi. Memang, pada asalnya disiplin dilakukan
oleh adanya aturan-aturan eksternal, namun secara tidak langsung, jika hal itu
dilakukan secara terus menerus dalam waktu yang lama akan menghasilkan perilaku
disiplin internal.
C. Implementasi melalui Ilustrasi dan Simulasi
dalam Pembelajaran
Implementasi teori disiplin mental dalam
pembelajaran, khususnya dalam Ilmu Pengetahuan Sosial dilaksanakan dengan cara
merancang materi-materi pembelajaran sceara bertahap, kemudian memberikan
materi-materi kepada anak dan memberikan evaluasi berbasis disiplin mental.
Disiplin mental yang sebenarnya disebut
juga dengan disiplin formal yang selalu tampak dalam hamper semua aspek
pembelajaran manusia. Artinya, ketika manusia melakukan belajar, ia selalu
mengalami pelatihan seara disiplin, baik internal maupun eksternal. Contoh
dalam tataran praktis keseharian. Olahragawan terkemuka biasanya hasil latihan
yang disiplin.tidak ada orang yang tiba-tiba menjadi ahli dalam bidang
tertentu. Ilmuwan terkemuka juga merupakan hasil kerja belajar secara disiplin.
Tidak ada orang yang tiba-tiba menjadi ahli dalam bidang tertentu.
Materi Pertemuan Ke-3
TEORI BEHAVIOURISTIK
A. Pengertian Teori
Behaviouristik
Teori Behaviouristik menjelaskan belajar
itu adalah perubahan perilaku yang dapat diamati, diukur dan dinilai secara
konkret. Perubahan terjadi melalui rangsangan (stimulus) yang menimbulkan
hubungan reaktif (respon) berdasarkan hukum-hukum mekanistik. Stimulus tidak
lain adalah lingkungan belajar anak, baik yang internal maupun yang eksternal
yang menjadi penyebab belajar. Sedangka respon adalah akibat atau dampak,
berupa reaksi fisik terhadap stiulans.
Menurut teori ini yang terpenting adalah
masuk atau input yang berupa stimulus dan keluaran atau output yang berupa
respon. Sedangkan apa yang terjadi antara stimulus dan respon dianggap tidak
penting untuk diperhatikan karena tidak bisa diamati. Teori ini mengutamakan
pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi
atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut. Seseorang dianggap telah belajar
sesuatu jika ia dapat menunjukkan perubahan tingkah lakunya. Misalnya; siswa belum
dapat dikatakan berhasil dalam belajar Ilmu Pengetahuan Sosial jika dia belum
bisa/tidak mau melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan sosial seperti; kerja
bakti, ronda dll.
B. Teori Connectionisme S.R
Bond (Edward Thorndike)
Menurut Thorndike, belajar merupakan
peristiwa terbentuknya asosiasi (koneksi) antara peristiwa yang disebut dengan
Stimulus (S) dengan Respon (R). Stimulus adalah perubahan dari lingkungan
exsternal yang menjadi tanda untuk mengaktifkan organisme untuk
beraksi/berbuat. Sedangkan respon adalah sembarang tingkah laku yang
dimunculkan karena adanya perangsang.
Dari percobaannya yang terkenal (puzzle
box) diketahui bahwa supaya tercapai hubungan antara stimulus dan respon, perlu
adanya kemampuan untuk memilih respon yang tepat serta melalui usaha-usaha atau
percobaan-percobaan (trial) dan kegagalan-kegagalan (Error) terlebih dahulu.
Bentuk paling dasar dari belajar adalah “Trial and Error learning atau
selecting and conecting learning” dan berlangsung menurut hukum-hukum tertentu.
Oleh karena itu teori belajar yang dikemukakan oleh thorndike ini sering
disebut teori belajar koneksionisme atau asosiasi. Prinsip pertama teori
koneksionisme adalah belajar merupakan kegiatan membentuk asosiasi
(conection) antara kesan panca indera dengan kecenderungan bertindak.
Materi Pertemuan Ke-4
TEORI BEHAVIOURISTIK
A. Teori Clasisical
Conditioning (Ivan Petrovich Pavlov)
Classical Conditioning adalah sebuah
prosedur penciptaan reflek baru dengan cara mendatangkan stimulus sebelum
terjadinya refleks tersebut. Teori ini dihasilkan berdasarkan pada eksperimen
terhadap anjing, di mana perangsang asli dan netral dipasangkan dengan
stimulus bersyarat secara berulang-ulang sehingga memunculkan reaksi yang
diinginkan.
Urutan kejadian melalui percobaan terhadap anjing :
1. US (unconditioned stimulus) = stimulus asli atau netral:
Stimulus tidak dikondisikan yaitu stimulus yang langsung menimbulkan respon,
misalnya daging dapat merangsang anjing untuk mengeluarkan air liur.
2. UR (unconditioned respons): disebut perilaku responden
(respondent behavior) respon tak bersyarat, yaitu respon yang muncul dengan
hadirnya US, yaitu air liur anjing keluar karen anjing melihat daging.
3. (conditioning stimulus): stimulus bersyarat, yaitu stimulus yang tidak dapat
langsung menimbulkan respon. Agar dapat menimbulkan respon perlu dipasangkan
dengan US secara terus-menerus agar menimbulkan respon. Misalnya bunyi bel akan
menyebabkan anjing mengeluarkan air liur jika selalu dipasangkan dengan daging.
4. CR (conditioning respons): respons bersyarat, yaitu rerspon
yang muncul dengan hadirnya CS, Misalnya: air liur anjing keluar karena anjing
mendengar bel.
B. Teori Belajar Menurut
Edwin Guthrie
Edwin Guthrie menggunakan
variable stimulus dan respon untuk menjelaskan proses terjadinya belajar. Namun
ia mengemukakan bahwa stimulus tidak harus berhubungan dengan kebutuhan atau
pemuasan biologis sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Clark dan Hull.
Dijelaskannya bahwa hubungan antara
stimulus dan respon cenderung hanya bersifat sementara, oleh karena itu dalam
kegiatan belajarnya peserta didik perlu sesering mungkin diberikan stimulus
agar hubungan antara stimulus dan respon bersifat lebih tetap.
Ia juga mengemukakan, agar respon yang muncul sifatnya lebih kuat dan
bahkan bersifat tetap, maka diperlukakan berbagai macam stimulus yang
berhubungan dengan respon tersebut. Guthrie juga percaya bahwa hukuman
(punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar. Tidak semua hukum
bisa efektif dalam pembelajaran, efektifitas hukuman juga ditentukan oleh
lingkungan, karakter siswa dan ideologi yang di miliki siswa terhadap gurunya.
Materi Pertemuan Ke-5
TEORI BEHAVIOURISTIK
A. Teori Opperant
Conditioning (B.F Skiner)
Operant Conditioning atau pengkondisian
operan adalah suatu proses penguatan perilaku operasn (penguatan positif atau
negatif) yang dapat mengakibatkan perilaku tersebut dapat berulang kembali atau
menghilang sesuai dengan keinginan. (Prasetyani, 2007).Teori ini diteliti
Pavlov dan dikembangkan Skinner. Skinner berpendapat setiap suatu tindakan yang
telah dibuat ada konsekuensinya, penghargaan untuk tindakan yang benar, hukuman
untuk yang salah. Tindakan yang ingin mendapat penghargaan akan menjadi suatu
kebiasaan, dan secara tidak disadari kebiasaan lama akan hilang.
B. Aplikasi Teori
Behaviouristik Dalam Pembelajaran
Aplikasi teori ini dalam pembelajaran, bahwa kegiatan belajar ditekankan
sebagai aktivitas “mimetic” yang menuntut siswa untuk mengungkapkan kembali
pengetahuan yang sudah dipelajari. Penyajian materi pelajaran mengikuti urutan
dari bagian-bagian ke keseluruhan. Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada
hasil, dan evaluasi menuntut satu jawaban benar. Jawaban yang benar menunjukkan
bahwa siswa telah menyelesaikan tugas belajarnya.
Teori belajar behavioristik dengan
pembelajaran berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan diamati. Pengulangan
dan pelatihan digunakan supaya perilaku yang diinginkan dapat menjadi
kebiasaan. Hasil yang diharapkan dari penerapan teori behavioristik ini adalah
terbentuknya suatu perilaku yang diinginkan. Perilaku yang diinginkan mendapat
penguatan positif dan perilaku yang kurang sesuai mendapat penghargaan
negative. Evaluasi atau penilaian didasari atas perilaku yang tampak. Dalam
teori belajar ini guru tidak banyak memberikan ceramah, tetapi instruksi
singkat yang diikuti contoh baik dilakukan sendiri maupun melalui simulasi.
Materi Pertemuan Ke-6
TEORI BELAJAR KOGNITIF
A. Pengertian Teori Belajar
Kognitif
Kognitif adalah suatu proses yang terjadi
dalam akal pikiran manusia. Teori belajar kognitif lebih memetingkan
proses belajar dari pada hasil belajarnya. Yang berbeda dari teori belajar
kognitif ini adalah bahwa belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara
stimulus dan respon. Tidak seperti model belajar behaviouristik yang hanya
mementingkan stimulus dan respon, model belajar kognitif merupakan suatu bentuk
teori belajar yang sering disebut sebagai model perceptual.
B. Teori Perkembangan Jean
Piaget
Piaget adalah seorang tokoh psikologis
kognitif yang besar pengaruhnyaterhadap perkembangan pemikiran para pakar
kognitif lainnya. Menurut piaget, perkembangan kognitif merupakan suatu proses
genetik.
Proses adaptasi mempunyai dua bentuk dan
terjadi secara stimulant, yaitu :
1. Asimilasi adalah proses menambahkan informasi baru ke dalam skema yang sudah
ada. Proses ini bersifat subjektif, karena seseorang akan cenderung
memodifikasi pengalaman atau informasi yang diperolehnya
2. Akomodasi adalah bentuk penyesuaian lain yang melibatkan pengubahan atau
penggantian skema akibat adanya informasi baru yang tidak sesuai dengan skema
yang sudah ada. Dalam proses ini dapat pula terjadi pemunculan skema yang baru
sama sekali.
Piaget membagi skema yang digunakan anak untuk memahami dunianya melalui empat periode utama yang berkorelasi
dengan dan semakin canggih seiring pertambahanusia, yaitu:
·
Periode sensorimotor (usia 0–2 tahun)
·
Periode praoperasional (usia 2–7 tahun)
·
Periode operasional konkrit (usia 7–11
tahun)
·
Periode operasional formal (usia 11 tahun
sampai dewasa)
Materi Pertemuan Ke-7
TEORI BELAJAR KOGNITIF
A. Teori Menurut Bruner
Jerome S.Bruner, seorang ahli psikologi (1915) dari Universitas Harvard,
Amerika Serikat, telah mempelopori aliran psikologi kognitif yang memberi
dorongan agar pendidikan memberikan perhatian pada pentingnya pengembangan
berfikir. Bruner banyak memberikan pandangan mengenai perkembangan kognitif
manusia, bagaimana manusia belajar atau memperoleh pengetahuan, menyimpan
pengetahuan dan menstransformasi pengetahuan. Dasar pemikiran teorinya
memandang bahwa manusia sebagai pemeroses, pemikir dan pencipta informasi.
Bruner menyatakan belajar merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan
manusia untuk menemukan hal-hal baru di luar informasi yang diberikan kepada
dirinya.
Agar pembelajaran dapat mengembangkan
keterampilan intelektual anak dalam mempelajari sesuatu pengetahuan, maka
materi pelajaran perlu disajikan dengan memperhatikan tahap perkembangan
kognitif/ pengetahuan anak agar pengetahuan itu dapat diinternalisasi dalam
pikiran (struktur kognitif) orang tersebut. Proses internalisasi akan terjadi se-cara sungguh-sungguh (yang berarti
proses belajar terjadi secara optimal) jika penge-tahuan yang dipelajari itu
dipelajari dalam tiga model tahapan yaitu model tahap enaktif, model ikonik dan
model tahap simbolik.
B. Teori Belajar Bermakna
Ausubel
Teori pembelajaran Ausubel merupakan salah
satu dari sekian banyaknya teori pembelajaran yang menjadi dasar dalam
cooperative learning. David Ausubel adalah seorang ahli psikologi pendidikan.
Menurut Ausubel bahan subjek yang dipelajari siswa mestilah “bermakna” (meaningfull).
Pembelajaran bermakna merupakan suatu proses mengaitkan informasi baru pada
konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Struktur
kognitif ialah fakta-fakta, konsep-konsep, dan generalisasi-generalisasi yang
telah dipelajari dan diingat siswa. Pembelajaran bermakna adalah suatu proses
pembelajaran di mana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang
sudah dimiliki seseorang yang sedang melalui pembelajaran.
Pembelajaran bermakna terjadi apabila
siswa boleh menghubungkan fenomena baru ke dalam struktur pengetahuan mereka.
Artinya, bahan subjek itu mesti sesuai dengan keterampilan siswa dan mesti
relevan dengan struktur kognitif yang dimiliki siswa. Oleh karena itu, subjek
mesti dikaitkan dengan konsep-konsep yang sudah dimiliki para siswa, sehingga
konsep-konsep baru tersebut benar-benar terserap olehnya. Dengan demikian,
faktor intelektual-emosional siswa terlibat dalam kegiatan pembelajaran.
Materi Pertemuan Ke-8
TEORI KONSTRUKTIVISTIK
A. Karakter Masa Depan Yang Diharapkan
Upaya membangun sumber daya manusia
ditentukan oleh karakteristik manusia dan masyarakat masa depan yang
dikehendaki. Karakteristik manusia masa depan yang dikehendaki tersebut adalah
manusia-manusia yang memiliki kepekaan, kemandirian, tanggung jawab terhadap
resiko dalam pengambilan keputusan, dan mampu melakukan kolaborasi dalam
memecahkan masalah yang luas dan kompleks bagi kelestarian dan kejayaan
bangsanya (Raka Joni, 1990).
Kepekaan, berarti ketajaman baik dalam
arti kemampuan berfikirnya, maupun kemudahan tersentuh hati nuraninya di dalam
melihat dan merasakan segala sesuatu mulai dari kepentingan orang lain sampai
dengan kelestarian lingkungan yang merupakan gubahan Sang Pencipta.
Kemandirian, berarti kemampuan menilai proses dan hasil berfikir sendiri di
samping proses dan hasil berfikir orang lain, serta keberanian bertindak sesuai
dengan apa yang dianggapnya benar dan perlu. Tanggung jawab, berarti kesediaan
untuk menerima segala konsekuensi atas keputusan dan tindakan yang telah
dilakukan. Kolaborasi, berarti di samping mampu berbuat yang terbaik bagi
dirinya sendiri, individu dengan ciri-ciri di atas juga mampu berkerja sama
dengan individu lainnya dalam meningkatkan mutu kehidupan bersama.
B. Konstruksi Pengetahuan
Untuk memperbaiki pendidikan terlebih
dahulu harus mengetahui bagaimana manusia belajar dan bagaimana cara
mengajarnya. Kedua kegiatan tersebut dalam rangka memahami cara manusia
mengkonstruksi pengetahuannya tentang objek-objek dan peristiwa-peristiwa yang
dijumpai selama kehidupannya. Manusia akan mencari dan menggunakan hal-hal atau
peralatan yang dapat membantu dan memahami pengalamannya. Demikian juga,
manusia akan mengkonstruksi dan membentuk pengetahuan mereka sendiri.
Pengetahuan seseorang merupakan konstruksi dari dirinya. Pada bagian ini akan
dibahas teori belajar konstruktivistik kaitannya dengan pemahaman tentang
pengetahuan, proses mengkonstruksi pengetahuan, serta hubungan antara
pengetahuan, realitas, dan kebenaran.
Materi Pertemuan Ke-9
TEORI KONSTRUKTIVISTIK
A. Proses Belajar Menurut Teori
Konstruktivistik
Proses belajar
konstruktivistik secara konseptual, proses belajar jika dipandang dari
pendekatan kognitif, bukan sebagai perolehan informasi yang berlangsung satu
arah dari luar ke dalam diri siswa, melainkan sebagai pemberian makna oleh
siswa kepada pengalamannya melalui proses asimilasi dan akomodasi yang bermuara
pada pemutahkiran struktur kognitif. Kegiatan belajar lebih dipandang dari segi
prosesnya dari pada segi perolehan pengetahuan dari fakta-fakta yang
terlepas-lepas. Proses tersebut berupa “ constructing and restructuring of
knowledge and skill (schemata) within the individual in a complex network of
inclueasing conceptual consistency”. Pemberian makna terhadap objek dan
pengalaman oleh individu tersebut tidak dilakukan secara sendiri-sendiri oleh
siswa, melainkan melalui interaksi dalam jaringan sosial yang unik, yang
terbentuk baik dalam budaya kelas maupun di luar kelas. Oleh sebab itu
pengelolaan pembelajaran harus diutamakan pada pengelolaan siswa dalam
memproses gagasan, bukan semata-mata pada pengelolaan siswa dan lingkungan
belajarnya bahkan pada unjuk kerja atau prestasi belajarnya yang dikaitkan
dengan sistem penghargaan dari luar seperti nilai, ijazah, dan sebagainya.
B. Perbandingan Pembelajaran Tradisional dan
Pembelajaran Konstruktivistik
Proses pembelajaran akan efektif jika
diketahui inti kegiatan belajar yang sesungguhnya. Pada bagian ini akan dibahs
ciri – ciri pembelajaran tradisional atau behavioristik dan ciri – ciri
pembelajaran konstruktivistik.
Materi Pertemuan Ke-10
TEORI BELAJAR HUMANISTIK
TEORI BELAJAR HUMANISTIK
A. Pengertian Belajar
Menurut Teori Humanistik
Menurut teori humanistik belajar harus
dimulai dan ditujukan untuk kepentingan memanusiakan manusia. Teori belajar
humanistik sifatnya abstrak dan lebih mendekaji kajian filsafat. Teori ini
lebih banyak berbicara tentang konsep-konsep. Dalam teori pembelajaran
humanistik, belajar merupakan proses yang dimulai dan ditujukan untuk
kepentingan memanusiakan manusia. Memanusiakan manusia, yakni untuk mencapai
aktualisasi diri, pemahaman diri, serta realisasi diri orang yang belajar
secara optimal. Dal hal ini, maka teori humanistik ini bersifat eklektik
(memanfaatkan / merangkum semua teori apapun dengan tujuan untuk memanusiakan
manusia).
Salah satu ide penting dalam teori belajar
humanistik adalah siswa harus mempunyai kemampuan untuk mengarahkan sendiri
perilakunya dalam belajar (self regulated learning), apa yang akan dipelajari
dan sampai tingkatan mana, kapan dan bagaimana mereka akan belajar. Siswa
belajar mengarahkan sekaligus memotivasi diri sendiri dalam belajar daripada
sekedar menjadi penerima pasif dalam proses belajar. Siswa juga belajar menilai
kegunaan belajar itu bagi dirinya sendiri.
B. Pandangan Kolb Terhadap
Belajar
Teori ini dikembangkan oleh David Kolb
pada sekitar awal tahun 1980-an. Dalam teorinya, Kolb mendefinisikan belajar
sebagai proses dimana pengetahuan diciptakan melalui transformasi pengalaman.
Pengetahuan dianggap sebagai perpaduan antara memahami dan mentransformasi
pengalaman.
Experiential Learninng Theory kemudian
menjadi dasar model pembelajaran experiential learning yang menekankan pada
sebuah model pembelajaran yang holistik dalam proses belajar. Pengalaman
kemudian mempunyai peran sentral dalam proses belajar.
A. Pandangan Honey dan
Mumford Terhadap Belajar
Pandangan tentang belajar Honey dan
Mumford banyak dipengaruhi oleh Kolb. Mereka kemudian menggolong-golongkan
orang belajar menjadi empat macam golongan yaitu kelompok
aktivis, reflektor, teoritis dan pragmatis :
1. Kelompok
Aktivis
Orang yang
termasuk dalam kelompok aktvis ini adalah mereka yang senang melibatkan diri
dan berpartisipasi aktif dalam berbagai kegiatan dengan tujuan untuk memperoleh
pengalaman-pengalaman baru. Orang-orang tpe ini mudah diajak berdialog,
memiliki pemikiran terbuka, menghargai pendapat orang lain dan mudah percaya.
Namun dalam melakukan tindakan seringkali tanpa pertimbangan matang. Lebih
banyak didorong oleh kesenangan untuk melibatkan diri. Dalam kegiatan belajar,
orang-orang demikian senang pada ha-hal yang sifatnya penemuan-penemuan baru
seperti pemikiran baru, pengalaman baru dan sebagainya. Sehingga metode yang
cocok adalah problem solving ,brainstorming, namun mereka bosan dengan kegiatan
yang impelementasinya memakan waktu lama.
2. Kelompok
Reflektor
Mereka yang
termasuk dalam kelompok reflektor mempunyai kecenderungan yang berlawanan
dengan mereka yang termasuk dalam kelompok aktivis . dalam melakukan suatu
tindakan, orang-orang type reflektor sangat berati-hati dan penuh pertimbangan.
Pertimbangan baik buruk dan untung rugi selalu diperhitungkan dengan cermat
dalam memutuskan sesuatu. Orang-orang demikian tidak mudah dipengaruhi sehingga
cenderung bersifat konservatif.
3. Kelomppok
Teoritis
Orang-orang type
teoritis memiliki kecenderungan sangat kritis. Mereka suka menganalisis,
berpikir rasional dengan menggunakan penalarannya. Segala sesuatu dikemballikan
kepada teori dan konsep-konsep atau hukum-hukum. Mereka tidak menyukai pendapat
atau penilaian sifatnya subyektif. Dalam melakukan atau memutuskan sesuatu
penuh pertimbangan, sangat skeptis dan tidak menyukai hal-hal bersifat
spekulatif.
4. Kelompok
Pragmatis
Orang-orang type
pragmatis memiliki sifat yang praktis, mereka tidak suka berpanjang lebar
dengan teori-teori, konsep-konsep, dalil-dalil dan sebagainya. Bagi mereka yang
penting adalah aspek-aspek praktis. Sesuatu hanya bermanfaat jika dapat
dipraktekkan maka teori, konsep dalil dan lain-lain itu tidak ada gunanya. Bagi
mereka sesuatu adalah baik dan berguna jika dapat dipraktekkan dan bermanfaat
dalam kehidupan.
Materi Pertemuan Ke-11
TEORI BELAJAR HUMANISTIK
A. Pandangan Bloom dan
Krathwool Terhadap Pembelajaran
Pandangan ini menekankan pada apa yang
harus dikuasai oleh individu ( sebagai tujuan belajar ) setelah melalui
peristiwa belajar. Tujuan belajar telah dirangkum dalam tiga kawasan yang
disebut Taksonomi Bloom, yakni :
1. Domain Kognitif, terdiri atas 6 tingkatan , yaitu :
a. Pengetahuan ( mengingat, menghafal )
b. Pemahaman ( menginterprestasikan )
c. Aplikasi ( menggunakan konsep untuk memecahkan masalah )
d. Analisis ( menjabarkan suatu konsep )
e. Sintesis ( menggabungkan bagian-bagian konsep menjadi sebuah konsep yang
utuh )
f. Evaluasi ( membandingkan nilai – nilai, ide, metode , dll )
2. Domain Psikomotor, terdiri dari 5 tingkatan, yaitu :
a. Peniruan ( menirukan gerak )
b. Penggunaan ( menggunakan konsep untuk melakukan gerak )
c. Ketepatan ( melakukan gerak dengan benar )
d. Perangkaian ( melakukan beberapa gerakan sekaligus dengan benar )
e. Naturalisasi ( melakukan gerak secara wajar )
3. Domain afektif , terdiri dari 5 tingkatan, yaitu :
a. Pengenalan ( ingin menerima, sadar akan
adanya sesuatu)
b. Merespon ( aktif berpartisipasi)
c. Penghargaan ( menerima nilai-nilai,
setia kepada nilai-nilai tertentu )
d. Pengorganisasian ( menghubungkan nilai
yang dipercayainya )
e. Pengamalan (menjadikan nilai-nilai
sebagai bagian dari pola hidupnya)
B. Aplikasi Teori Belajar
Humanistik dalam Kegiatan Pembelajaran.
Teori humanistik
sering dikritik karena sukar diterapkan dalam konteks yang lebih praktis. Teori
dianggap lebih dekat dengan bidang filsafat, teori kepribadian dan psykoterapi
dari pada pada bidang pendidikan, sehingga sukar menerjemahkannya kedalam
langkah-langkah lebih kongkrit dan praktis. Namun karena sifatnya yang ideal
itulah yaitu memanusiakan manusia maka teori humanistik mampu memberikan arah
terhadap semua komponen pembelajaran untuk mendukung tercapainya tujuan
tersebut.
Teori humanistik akan sangat
membantu para pendidik dalam memahami arah belajar pada dimensi yang lebih luas
sehingga upaya pembelajaran apapun dan pada konteks manapun alan selalu
diarahkan untuk mencapai pembelajaran yang praktis dan operasional, namun
sumbangan teori ini sanagat besar, dapaat membantu para guru dan pendidik
memahami hakikat kejiwaan manusia. Dpat menentukan komponen-komponen
pembelajaran seperti perumusan tujuan, pemilihan strategi pembelajaran serta pemngembangan
alat evaluasi kearah pembentukan manusia yang dicitakan.
Materi Pertemuan
Ke-12
TEORI BELAJAR SOSIAL
A. Teori Belajar Sosial
Albert Bandura
Teori Pembelajaran Sosial merupakan
perluasan dari teori belajar perilaku yang tradisional (behavioristik). Teori
pembelajaran social ini dikembangkan oleh Albert Bandura (1986). Teori ini
menerima sebagian besar dari prinsip – prinsip teori – teori belajar perilaku,
tetapi memberikan lebih banyak penekanan pada kesan dan isyarat – isyarat perubahan
perilaku, dan pada proses – proses mental internal. Jadi dalam teori
pembelajaran social kita akan menggunakan penjelasan – penjelasan reinforcement
eksternal dan penjelasan – penjelasan kognitif internal untuk memahami
bagaimana belajar dari orang lain. Dalam pandangan belajar social “ manusia “
itu tidak didorong oleh kekuatan – kekuatan dari dalam dan juga tidak
dipengaruhi oleh stimulus – stimulus lingkungan.
Teori belajar social menekankan bahwa
lingkungan – lingkungan yang dihadapkan pada seseorang secara kebetulan ;
lingkungan – lingkungan itu kerap kali dipilih dan diubah oleh orang itu
melalui perilakunya sendiri. Menurut Bandura, sebagaimana dikutip oleh
(Kard,S,1997:14) bahwa “sebagian besar manusia belajar melalui pengamatan
secara selektif dan mengingat tingkah laku orang lain”. Inti dari pembelajaran
social adalah pemodelan (modelling), dan pemodelan ini merupakan salah satu
langkah paling penting dalam pembelajaran terpadu.
B. Teori Peniruan (
Modeling )
Menurut Bandura,
perlakuan seseorang adalah hasil interaksi faktor dalam diri(kognitif) dan
lingkungan. pandangan ini menjelaskan, beliau telah mengemukakan teori
pembelajaran peniruan, dalam teori ini beliau telah menjalankan kajian bersama
Walter (1963) terhadap perlakuan anak-anak apabila mereka menonton orang dewasa
memukul, mengetuk dengan palu besi dan menumbuk sambil menjerit-jerit dalam
video. Setelah menonton video anak-anak ini diarah bermain di kamar permainan
dan terdapat patung seperti yang ditayangkan dalam video. Setelah anak-anak
tersebut melihat patung tersebut,mereka meniru aksi-aksi yang dilakukan oleh
orang yang mereka tonton dalam video.
Berdasarkan teori ini
terdapat beberapa cara peniruan yaitu meniru secara langsung. Contohnya guru
membuat demostrasi cara membuat kapal terbang kertas dan pelajar meniru secara langsung. Seterusnya
proses peniruan melalui contoh tingkah laku. Contohnya anak-anak
meniru tingkah laku bersorak dilapangan, jadi tingkah laku bersorak merupakan
contoh perilaku di lapangan. Keadaan sebaliknya jika anak-anak bersorak di
dalam kelas sewaktu guru mengajar,semestinya guru akan memarahi dan memberi
tahu tingkahlaku yang dilakukan tidak dibenarkan dalam keadaan tersebut, jadi
tingkah laku tersebut menjadi contoh perilaku dalam situasi tersebut. Proses
peniruan yang seterusnya ialah elisitasi. Proses ini timbul apabila
seseorang melihat perubahan pada orang lain. Contohnya seorang anak-anak
melihat temannya melukis bunga dan timbul keinginan dalam diri anak-anak
tersebut untuk melukis bunga. Oleh karena itu, peniruan berlaku apabila
anak-anak tersebut melihat temannya melukis bunga.
Materi Pertemuan
Ke-13
TEORI BELAJAR SOSIAL
A. Unsur Utama Dalam
Peniruan (Proses Modeling atau Pemodelan)
Menurut teori belajar social, perbuatan
melihat saja menggunakan gambaran kognitif dari tindakan, secara rinci dasar
kognitif dalam proses belajar dapat diringkas dalam 4 tahap , yaitu : perhatian
/ atensi, mengingat / retensi, reproduksi gerak , dan motivasi.
1. Perhatian
(’Attention’)
Subjek harus memperhatikan tingkah laku
model untuk dapat mempelajarinya. Subjek memberi perhatian tertuju kepada
nilai, harga diri, sikap, dan lain-lain yang dimiliki. Contohnya, seorang
pemain musik yang tidak percaya diri mungkin meniru tingkah laku pemain music
terkenal sehingga tidak menunjukkan gayanya sendiri. Bandura &
Walters(1963) dalam buku mereka “Sosial Learning & Personality
Development”menekankan bahwa hanya dengan memperhatikan orang lain pembelajaran
dapat dipelajari.
2. Mengingat
(’Retention’)
Subjek yang
memperhatikan harus merekam peristiwa itu dalam sistem ingatannya. Ini
membolehkan subjek melakukan peristiwa itu kelak bila diperlukan atau diingini.Kemampuan untuk
menyimpan informasi juga merupakan bagian penting dari proses belajar.
3. Reproduksi
gerak (’Reproduction’)
Setelah mengetahui atau mempelajari
sesuatu tingkahlaku, subjek juga dapat menunjukkan kemampuannya atau
menghasilkan apa yang disimpan dalam bentuk tingkah laku. Contohnya,
mengendarai mobil, bermain tenis. Jadi setelah subyek memperhatikan model dan
menyimpan informasi, sekarang saatnya untuk benar-benar melakukan perilaku yang
diamatinya. Praktek lebih lanjut dari perilaku yang dipelajari mengarah pada
kemajuan perbaikan dan keterampilan.
4. Motivasi
Motivasi juga penting
dalam pemodelan Albert Bandura karena ia adalah penggerak individu untuk terus
melakukan sesuatu. Jadi subyek harus termotivasi untuk meniru perilaku yang telah dimodelkan.
B. Ciri – ciri teori
Pemodelan Bandura
1.
Unsur pembelajaran utama ialah pemerhatian
dan peniruan
2.
Tingkah laku model boleh dipelajari
melalui bahasa, teladan, nilai dan lain – lain
3.
Pelajar meniru suatu kemampuan dari
kecakapan yang didemonstrasikan guru sebagai model
4.
Pelajar memperoleh kemampuan jika
memperoleh kepuasan dan penguatan yang positif
5.
Proses pembelajaran meliputi perhatian,
mengingat, peniruan, dengan tingkah laku atau timbal balik yang sesuai,
diakhiri dengan penguatan yang positif
C. Jenis – jenis Peniruan
(modelling)
1.
Peniruan Langsung
Pembelajaran langsung dikembangkan
berdasarkan teori pembelajaran social Albert Bandura. Ciri khas pembelajaran
ini adalah adanya modeling , yaitu suatu fase dimana seseorang memodelkan atau
mencontohkan sesuatu melalui demonstrasi bagaimana suatu ketrampilan itu dilakukan.
Meniru tingkah laku yang ditunjukkan oleh model melalui proses perhatian.
Contoh : Meniru gaya penyanyi yang disukai.
2.
Peniruan Tak Langsung
Peniruan Tak Langsung adalah melalui
imaginasi atau perhatian secara tidak langsung. Contoh : Meniru watak yang
dibaca dalam buku, memperhatikan seorang guru mengajarkan rekannya.
3.
Peniruan Gabungan
Peniruan jenis ini adalah dengan cara
menggabungkan tingkah laku yang berlainan yaitu peniruan langsung dan tidak
langsung. Contoh : Pelajar meniru gaya gurunya melukis dan cara mewarnai
daripada buku yang dibacanya.
4.
Peniruan Sesaat / seketika.
Tingkah laku yang ditiru hanya sesuai
untuk situasi tertentu saja. Contoh : Meniru Gaya Pakaian di TV, tetapi tidak
boleh dipakai di sekolah.
5.
Peniruan Berkelanjutan
Tingkah laku yang ditiru boleh ditonjolkan
dalam situasi apapun. Contoh : Pelajar meniru gaya bahasa gurunya.
Materi Pertemuan Ke-14
TEORI KECERDASAN GANDA
A. Pengertian Kecerdasan
Kecerdasan merupakan anugrah yang
diberikan oleh Tuhan kepada setiap insan. Anugrah ini mampu menggerakkan
seluruh sendi kehidupan di dunia dan keberhasilan yang dirasakan selama ini.
Istilah kecerdasan sering dikaitkan dengan kemampuan seseorang untuk bertindak,
bekerja, menghitung matematis, mengukur, membaca cepat, berbahasa asing dengan
lancar, memecahkan masalah, bekerjasama, sabar, pintar, IQ di atas rata-rata,
pengambilan keputusan dan mengerjakan banyak hal sekaligus. Dari semua
pengertian yang ada, para ahli sepakat bahwa yang dimaksud dengan kecerdasan
paling tidak mengandung dua aspek pokok yaitu; kemampuan belajar dari
pengalaman dan beradaptasi terhadap lingkungan. Kecerdasan merupakan potensi
yang dimiliki seseorang yang dapat diaktifkan melalui proses belajar, interaksi
dengan keluarga, guru, teman dan nilai-nilai budaya yang berkembang.
B. Fakor Yang Mempengaruhi
Kecerdasan
Kecerdasan merupakan potensi yang dimiliki
seseorang yang bersifat dinamis, tumbuh dan berkembang. Berikut ini beberapa
faktor yang mempengaruhi perkembangan kecerdasan;
1. Pengalaman
Pengalaman merupakan ruang belajar yang
dapat mendorong pertumbuhan potensi seseorang. Penelitian menunjukkan bahwa
potensi otak tumbuh dan berkembang sejalan dengan pengalaman hidup yang
dilaluinya. Sejak lahir hingga masa kanak-kanak yang memperoleh pengasuhan yang
baik dari ibunya akan tumbuh lebih cepat dan lebih sukses dibanding anak yang
kurang mendapat perhatian cenderung menimbulkan rasa rendah diri dan frustasi.
Bila hal ini berjalan secara berulang-ulang akan menentukan besaran potensi
kecerdasan yang dimilikinya.
2. Lingkungan
Lingkungan atau konteks akan banyak
membentuk kepribadian termasuk potensi kecerdasan seseorang. Lingkungan yang
memberikan stimulus dan tantangan diikuti upaya pemberdayaan serta dukungan
akan memperkuat otot mental dan kecerdasan. Penelitian pada tikus menunjukkan
bahwa lingkungan yang kaya akan stimulus mendorong pertumbuhan koneksi sel
otak. Hal ini terjadi pula pada proses perkembangan otak manusia.
3. Kemauan dan Keputusan
Kemauan yang kuat dalam diri seseorang
membantu meningkatkan daya nalar dan kemampuan memecahkan masalah. Kemauan dan
keputusan sering dijelaskan dalam teori motivasi. Dorongan positif akan timbul
dalam diri seseorang sejalan dengan lingkungan yang kondusif, sebaliknya jika
lingkungan kurang menantang sulit untuk membangun kesadaran untuk berkreasi.
Otak yang paling cerdas sekalipun akan sulit mengembangkan potensi
intelektualnya.
4. Bawaan
Meskipun banyak argumentasi para ahli
tentang besaran pengaruh genetika atau faktor keturunan dalam perkembangan
kecerdasan seseorang, tetapi semua sepakat bahwa genetika sedikit banyak
berpengaruh. Hasil riset dibidang neuroscience menunjukkan bahwa faktor
genetika berpengaruh terhadap respon kognitif seperti kewaspadaan, memori, dan
sensori. Artinya seseorang akan berpikir dan bertindak dengan menggunakan
ketiga aspek itu secara simultan.
5. GayaHidup
Gaya hidup erat kaitannya dengan respon
seseorang terhadap budaya dan lingkungan. Pilihan gaya hidup berpengaruh besar
terhadap tingkat perkembangan kognitif, seperti pola makan, jam tidur, olah
raga, obat-obatan, minuman, dan musik. Suatu riset yang dilakukan oleh
University of California membuktikan bahwa IQ dapat ditingkatkan 8-9 poin
dengan mendengarkan musik Mozart.
6. Aktivitas Belajar dan
Kegiatan Harian
Aktivitas dan kebiasaan manusia merupakan pengalaman yang sangat berharga
dan bermakna bagi kesuksesan seseorang. Menggali kebiasaan hidup sehari-hari
sangat membantu dalam memetakan pengalaman belajar yang dipadukan dengan
pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan dalam masyarakat.
C. Macam-Macam Kecerdasan
Gardner (1983) dalam bukunya Frames of
Mind, mengembangkan model kecerdasan selama lebih dari dua puluh tahun dengan
menjelajahi berbagai disiplin ilmu, seperti neoubiologi, antropologi,
psikologi, filsafat dan sejarah. Tipe kecerdasan ganda dikembangkan berdasarkan
hasil penelitian para pakar, salah satunya Jean Piaget. Gardner akhirnya sampai
pada suatu kesimpulan bahwa kecerdasan bukanlah sesuatu yang bersifat tetap,
dan bukanlah unit kemepilikan tunggal. Kecerdasan merupakan serangkaian
kemampuan dan keterampilan yang dapat dikembangkan. Kecerdasan ada pada setiap
manusia tetapi dengan tingkat yang berbeda-beda
D. Prinsip-prinsip
Kecerdasan Ganda
Disamping kedelapan jenis Kecerdasan Dasar
yang telah dikembangkan dan penjelasan teoritisnya, beberapa prinsip yang perlu
dipahami tentang aplikasi dari model ini, diantaranya; Setiap orang memiliki
kedelapan kecerdasan. Teori kecerdasan majemuk bukan alat untuk menetapkan satu
kecerdasan yang sesuai dengan potensi seseorang. Teori ini lebih menjelaskan
fungsi kognitif yang menyatakan bahwa seseorang memilih kapasitas dalam
kedelapan kecerdasan tersebut dan berjalan secara bersamaan dengan cara yang
berbeda pada setiap orang. Orang pada umumnya mengembangkan setiap kecerdasan
sampai pada tingkat penguasaan tertentu. Setiap orang sebenarnya memiliki
kemampuan mengembangkan kedelapan kecerdasan sampai pada kinerja tingkat tinggi
secara memadai jika mendapat dukungan, pengayaan dan pengajaran-pelatihan.
E. Aktivitas belajar untuk
Kecerdasan Ganda
Beberapa saran praktis bagi orang tua atau
pendidik yang akan mengembangkan belajar di rumah dengan menggunakan kecerdasan
ganda.
1. Career Day
Biasanya secara teratur orang tua dapat mengundang
fasilitator, pembimbing, nara sumber atau tenaga ahli dari berbagai bidang yang
dibutuhkan anak untuk berbicara tentang minat dan pekerjaan masing-masing.
2. Kunjungan Lapang
Lakukan kunjungan ke suatu tempat terdekat
untuk mengembangkan berbagai kemampuan berkaitan dengan keterampilan yang akan
dilatihkan. Misalnya majelis dakwah, pesantren, perpustakaan, museum,
laboraturium, sanggar seni, usaha kerajinan, terminal, kantor telekomunikasi,
kantor penyuluhan, dan kelautan.
3. Aktivitas Harian
Disarankan agar Anda membicarakan secara
intensif dengan anak tentang waktu, tempat dan forum belajar lain yang sedikit
banyak merubah agenda atau daftar kegiatan yang sudah mereka tentukan.
4. Pengalaman Empiris
Salah satu cara yang paling praktis dalam
mengembangkan kecerdasan dengan meminta anak untuk menentukan sendiri satu atau
beberapa cara belajar yang mereka sendiri mampu melakukannya
5. Gambar dan poster
Optimalkan seluruh ruang yang ada baik
tempat bermain, kamar tidur anak atau tempat mereka belajar yang ada dengan
menempelkan berbagai atribut, poster, foto dan gambar. Orang tua dapat
memanfaatkan hasil karya anak sebagai sumber belajar dalam mengembangkan
kecerdasan anak sekaligus memberikan penghargaan terhadap hasil karya,
memotivasi dan mengapresiasikan ide—gagasan dalam bentuk dan ilustrasi yang
menarik.
6. Terlibat dalamPameran
Pamerkan hasil karya anak-anak Anda dalam
setiap kegiatan yang diadakan dalam setiap event penting di masrakat seperti
perayaan hari kemerdekaan, expo teknologi terapan, dan pameran yang
diselenggarakan oleh sekolah dan universitas.
7. Permainan
Permainan biasa digunakan untuk
merefleksikan secara sederhana tentang tema dan keterampilan tertentu. Buatlah
permainan sederhana untuk melatih delapan kecerdasan.
Materi Pertemuan Ke-15
Teori Belajar Andragogi
A. Pengertian Belajar
Andragogi
Andragogi berasal dari bahasa Yunani kuno:
"aner", dengan akar kata andr, yang berarti orang dewasa, dan agogus
yang berarti membimbing atau membina. Istilah lain yang sering dipergunakan
sebagai perbandingan adalah "pedagogi", yang ditarik dari kata
"paid" artinya anak dan "agogus" artinya membimbing atau
memimpin. Dengan demikian secara harfiah "pedagogi" berarti seni atau
pengetahuan membimbing atau memimpin atau mengajar anak. Karena pengertian
pedagogi adalah seni atau pengetahuan membimbing atau mengajar anak maka
apabila menggunakan istilah pedagogi untuk kegiatan pendidikan atau pelatihan
bagi orang dewasa jelas tidak tepat, karena mengandung makna yang bertentangan.
Banyak praktik proses belajar dalam suatu pelatihan yang ditujukan kepada orang
dewasa, yang seharusnya bersifat andragogis, dilakukan dengan cara-cara yang
pedagogiuX3taFl ini prinsip-prinsip dan asumsi yang berlaku bagi pendidikan anak
dianggap dapat diberlakukan bagi kegiatan pelatihan bagi orang dewasa.
B. Asumsi-Asumsi Pokok Teori Belajar
Andragogi
Malcolm Knowles (1970) dalam mengembangkan
konsep andragogi, mengembangkan empat pokok asumsi sebagai berikut:
a. Konsep Diri:
Asumsinya bahwa kesungguhan dan kematangan
diri seseorang bergerak dari ketergantungan total (realita pada bayi) menuju ke
arah pengembangan diri sehingga mampu untuk mengarahkan dirinya sendiri dan
mandiri. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa secara umum konsep diri
anak-anak masih tergantung sedangkan pada orang dewasa konsep dirinya sudah
mandiri. Karena kemandirian inilah orang dewasa membutuhkan memperoleh
penghargaan orang lain sebagai manusia yang mampu menentukan dirinya sendiri (Self
Determination), mampu mengarahkan dirinya sendiri (Self Direction).
Apabila orang dewasa tidak menemukan dan menghadapi situasi dan kondisi yang
memungkinkan timbulnya penentuan diri sendiri dalam suatu pelatihan, maka akan
menimbulkan penolakan atau reaksi yang kurang menyenangkan. Orang dewasa juga
mempunyai kebutuhan psikologis yang dalam agar secara umum menjadi mandiri,
meskipun dalam situasi tertentu boleh jadi ada ketergantungan yang sifatnya
sementara.
Hal ini menimbulkan implikasi dalam
pelaksanaan praktek pelatihan, khususnya yang berkaitan dengan iklim dan
suasana pembelajaran dan diagnosa kebutuhan serta proses perencanaan pelatihan.
b. Peranan Pengalaman:
Asumsinya adalah bahwa sesuai dengan
perjalanan waktu seorang individu tumbuh dan berkembang menuju ke arah
kematangan. Dalam perjalanannya, seorang individu mengalami dan mengumpulkan
berbagai pengalaman pahit-getirnya kehidupan, dimana hal ini menjadikan seorang
individu sebagai sumber belajar yang demikian kaya, dan pada saat yang bersamaan
individu tersebut memberikan dasar yang luas untuk belajar dan memperoleh
pengalaman baru. Oleh sebab itu, dalam teknologi pelatihan atau pembelajaran
orang dewasa, terjadi penurunan penggunaan teknik transmittal seperti yang
dipergunakan dalam pelatihan konvensional dan menjadi lebih mengembangkan
teknik yang bertumpu pada pengalaman.
Dalam hal ini dikenal dengan "Experiential
Learning Cycle" (Proses Belajar Berdasarkan Pengalaman). Hal in
menimbulkan implikasi terhadap pemilihan dan penggunaan metoda dan teknik
kepelatihan. Maka, dalam praktek pelatihan lebih banyak menggunakan diskusi
kelompok, curah pendapat, kerja laboratori, sekolah lapang, melakukan praktek
dan lain sebagainya, yang pada dasarnya berupaya untuk melibatkan peranserta
atau partisipasi peserta pelatihan.
c. Kesiapan Belajar :
Asumsinya bahwa setiap individu semakin
menjadi matang sesuai dengan perjalanan waktu, maka kesiapan belajar bukan
ditentukan oleh kebutuhan atau paksaan akademik ataupun biologisnya, tetapi
lebih banyak ditentukan oleh tuntutan perkembangan dan perubahan tugas dan
peranan sosialnya. Pada seorang anak belajar karena adanya tuntutan akademik
atau biologiknya. Tetapi pada orang dewasa siap belajar sesuatu karena
tingkatan perkembangan mereka yang harus menghadapi dalam peranannya sebagai
pekerja, orang tua atau pemimpin organisasi.
Hal ini membawa implikasi terhadap materi
pembelajaran dalam suatu pelatihan tertentu. Dalam hal ini tentunya materi
pembelajaran perlu disesuaikan dengan kebutuhan yang sesuai dengan peranan
sosialnya.
d. Orientasi Belajar:
Asumsinya yaitu bahwa pada anak orientasi
belajarnya seolah-olah sudah ditentukan dan dikondisikan untuk memiliki
orientasi yang berpusat pada materi pembelajaran (Subject Matter Centered
Orientation). Sedangkan pada orang dewasa mempunyai kecenderungan memiliki
orientasi belajar yang berpusat pada pemecahan permasalahan yang dihadapi (Problem
Centered Orientation). Hal ini dikarenakan belajar bagi orang dewasa
seolah-olah merupakan kebutuhan untuk menghadapi permasalahan yang dihadapi
dalam kehidupan keseharian, terutama dalam kaitannya dengan fungsi dan peranan
sosial orang dewasa. Selain itu, perbedaan asumsi ini disebabkan juga karena
adanya perbedaan perspektif waktu. Bagi orang dewasa, belajar lebih bersifat
untuk dapat dipergunakan atau dimanfaatkan dalam waktu segera. Sedangkan anak,
penerapan apa yang dipelajari masih menunggu waktu hingga dia lulus dan
sebagainya.
Materi Pertemuan Ke-16
Teori Belajar Andragogi
Perbandingan Asumsi dan Model Pedagogi dan Andragogi
Dari uraian tersebut di atas telah
diperoleh dan disimpulkan beberapa perbedaan teoritis dan asumsi yang mendasari
andragogi dan pedagogi (konvensional) yang menimbulkan berbagai implikasi dalam
praktek.
Dalam pedagogi atau konvensional, karena
berpusat pada materi pembelajaran (Subject Matter Centered Orientation)
maka implikasi yang timbul pada umumnya peranan guru, pengajar, pembuat
kurikulum, evaluator sangat dominan. Pihak murid atau peserta pelatihan lebih
banyak bersifat pasif dan menerima. Paulo Freire, menyebutnya sebagai
"Sistem Bank" (Banking System). Hal ini dapat terlihat pada hal-hal
sebagai berikut:
·
Penentuan mengenai materi pengetahuan dan
ketrampilan yang perlu disampaikan yang bersifat standard dan kaku;
·
Penentuan dan pemilihan prosedur dan
mekanisme serta alat yang perlu (metoda & teknik) yang paling efisien untuk
menyampaikan materi pembelajaran;
·
Pengembangan rencana dan bentuk urutan (sequence)
yang standard dan kaku ;
·
Adanya standard evaluasi yang baku untuk
menilai tingkat pencapaian hasil belajar dan bersifat kuantitatif yang bersifat
untuk mengukur tingkat pengetahuan;
·
Adanya batasan waktu yang demikian ketat
dalam "menyelesaikan" suatu proses pembelajaran materi pengetahuan
dan ketrampilan.
Comments
Post a Comment