Teori Belajar Edward Lee Thorndike


A.    Biografi Edward Lee Thorndike (1874-1949)
Thorndike lahir di Wiliamsburg, Mass, US pada tanggal 31 Agustus 1874 dan meninggal di Montrose, New York, pada tanggal 10 Agustus 1949. Ia adalah tokoh lain dari aliran fungsionalisme Kelompok Columbia. Setelah ia menyelesaikan pelajarannya di Harvard pada tahun 1896, ia bekerja di Teacher's College of Columbia di bawah pimpinan James Mckeen Cattell. Di sinlah minatnya yang besar timbul terhadap proses belajar,  pendidikan, dan intelegensi. Pada tahun 1898, yaitu pada usia 24 tahun, Thorndike menerbitkan bukunya yang berjudul Animal Intelligence (1911), Educational Psychology (1903), Mental And Social Measurement (1904), A Teacher’s Woed Book (1921), Your City (1939), Human Nature and the Social Order (1940).

B.     Kajian Teori Thorndike
1.      Latar belakang Teori
Buku An Experimental Study of Association Process in Animal merupakan hasil penelitian Thorndike terhadap tingkah laku beberapa jenis hewan seperti kucing, anjing, dan burung, mencerminkan prinsip dasar dari proses belajar yang dianut Thorndike, yaitu bahwa dasar dari belajar (learning) tidak lain sebenarnya adalah asosiasi. Suatu stimulus (S), akan menimbulkan suatu respons (R) tertentu. Teori ini disebut sebagai teori S-R. Dalam teori S-R dikatan bahwa dalam proses belajar, pertama kali organisme (hewan, orang) belajar dengan cara coba-salah (trial and error). Thorndike mendasarkan teorinya atas hasil-hasil penelitiannya terhadap tingkah laku beberapa binatang antara lain kucing, dan tingkah laku anak-anak dan orang dewasa.
Berdasarkan teori S-R, jika organisme berada dalam suatu situasi yang mengandung masalah, maka organisme itu akan mengeluarkan serentetan tingkah laku dari kumpulan tingkah laku yang ada padanya untuk memecahkan masalah itu, dan berdasarkan pengalaman itulah, maka pada kali lain kalau ia menghadapi masalah yang serupa, organisme sudah tahu tingkah laku mana yangharus dikeluarkannya untuk memecahkan masalah. Ia mengasosiasikan suatu masalah tertentu dengan suatu tingkah laku tertentu. Seekor kucing, misalnya, yang dimasukkan dalam kandang yang terkunci, akan bergerak, berjalan, meloncat, mencakar, mengeong, dan sebagainya, sampai pada suatu saat secara kebetulan ia menginjak suatu pedal dalam kandang itu sehingga kandang itu terbuka. Sejak itu, kucing akan langsung menginjak pedal kalau ia dimasukkan dalam kandang yang sama.
2.      Teori utama Thorndike
a.    Fenomena Belajar
1)   Trial and error learning
Tercapainya hubungan antara stimulus dan respon peru adanya kemampuan untuk memilih respon yang tepat serta melalui usaha/ percobaan dan kegagalan terlebih dahulu.
Ciri-ciri belajar dengan trial and error :
1. Ada motif pendorong aktivitas
2. Ada berbagai respon terhadap situasi
3. Ada aliminasi respon-respon yang gagal atau salah
4. Ada kemajuan reaksi-reaksi mencapai tujuan dari penelitiannya itu.
2)   Transfer of training
Konsep ini maksudnya adalah penggunaan pengetahuan yang telah dimiliki siswa untuk menyelesaikan suatu masalah baru, karena di dalam setiap masalah, ada unsur-unsur dalam masalah itu yang identik dengan unsur-unsur pengetahuan yang telah dimiliki. Unsur-unsur yang identik itu saling berasosiasi sehingga memungkinkan masalah yang dihadapi dapat diselesaikan. Unsur-unsur yang saling berasosiasi itu membentuk satu ikatan sehingga menggambarkan suatu kemampuan. Selanjutnya, setiap kemampuan harus dilatih secara efektif dan dikaitkan dengan kemampuan lain. Misalnya, kemapuan melakukan operasi aritmetik (penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian) yang telah dimiliki siswa, haruslah dilatih terus dengan mengerjakan soal-soal yang berikaitan dengan operasi aritmetik. Dengan demikian kemampuan mengerjakan operasi aritmetika tersebut menjadi mantap dalam pikiran siswa. Jadi, dapat disimpulkan bahwa transfer belajar dapat tercapai dengan sering melakukan latihan.



b.   Hukum-hukum Belajar
Teori belajar Thorndike sering disebut dengan teori belajar koneksionisme atau teori asosiasi. Ia mengemukakan bahwa terjadinya asosiasi antara stimulus dan respon mengikuti  hukum-hukum berikut :
1.   Hukum kesiapan (law of readiness)
Menyatakan bahwa belajar akan berhasil apabila peserta didik benar-benar telah siap untuk belajar. Dengan perkataan lain, apabila suatu materi pelajaran diajarkan kepada anak yang belum siap untuk mempelajari materi tersebut maka tidak akan ada hasilnya.
Ciri-ciri berlakunya hukum kesiapan sebagai berikut:
- Jika kecenderungan individu itu bertindak atau berperilaku, maka akan menimbulkan kepuasan, sedangkan tindakan lain tidak dilakukan.
-    Jika kecenderungan individu tidak bertindak, maka akan menimbulkan rasa tidak puas dan akan melakukan tindakan yang dapat meniadakan rasa tidak puas tadi.
-    Jika tidak mempunyai kecenderungan bertindak, maka akan menimbulkan rasa tidak puas dan melakukan tindakan untuk meniadakan rasa tidak puas tadi.
Interpretasi dari hukum kesiapan ini adalah bahwa belajar akan berhasil bila peserta didik telah siap untuk belajar.

2.   Hukum latihan (law of exercise)
Hukum ini menunjukkan bahwa prinsip utama belajar adalah pengulangan. Bila S diberikan maka akan terjadi R sering terjadi asosiasi S dan R dipergunakan, makin kuatlah hubungan yang terjadi, begitupun sebaliknya. Thorndike mengemukakan bahwa latihan yang berupa pengulangan tanpa ganjaran tidak efektif. Asosiasi antara S dan R hanya diperkuat bila diiringi ganjaran. Hukum latihan ini mengarah banyaknya pengulangan yang biasa berbentuk drill. Pengaturan waktu, distribusi frekuensi ulangan akan menentukan juga keberhasilan belajar peserta didik.

3.   Hukum akibat (law of effect)
Hukum ini menunjukkan bagaimana pengaruh suatu tindakan bagi tindakan serupa. Suatu tindakan diikuti oleh akibat yang menyenangkan, akan cenderung tindakan itu akan diulangi lagi, begitu juga sebaliknya.
Hukum akibat ini mengenai pengaruh ganjaran dan hukuman. Ganjaran (misalnya nilainya baik hasil suatu pekerjaan matematika) menyebabkan peserta didik ingin terus melakukan kegiatan serupa. Sedangkan hukuman (misalnya nilainya jelek, celaan terhadap hasil suatu pekerjaan matematika) menyebabkan siswa mogok untuk mengerjakan matematika.

Comments

Popular posts from this blog

Evaluasi Pembelajaran di SD PDGK4301

Faktor-faktor Pendorong Timbulnya Filsafat Ilmu

keterkaitan pendidikan kewarganegaraan dengan ips dalam pembelajaran terpadu