Aku adalah Batu yang belum kau ukir, Ibu!
Dia adalah seorang anak yang sangat
keras namun berhati lembut. Sebut saja dia….., mawar?
Hmmm bukan, dia adalah seorang anak
laki-laki. Kalau mawar terkesan seperti anak perempuan, kecuali kalau ada “di”
dibelakangnya, jadi Mawardi. Tapi sepertinya
kurang cocok.
Bagaimana kalau Ucok?
Ah,,, dia asli Jawa Barat, bukan
dari Medan.
Kalau begitu sebut saja dia Agus
atau Asep. Hmmmm, Agus juga nggak cocok ah. Oke, Asep saja ya.
Asep adalah seorang anak laki-laki,
laksana batu yang belum diukir. Keras, namun dapat ditaklukkan dengan tajamnya
pisau pahat. Ya, dia adalah anak yang sangat keras dan kasar. Hampir setiap
hari, ada saja temannya yang menangis karena ulahnya. Apabila tidak dijahili,
ya kenal usapan halusnya. Kejadian tersebut sering terjadi di sekolah. Ya,
karena di rumahnya dia taka da teman. Rumahnya cukup jauh dengan rumah
penduduk. Tak heran, ketika di sekolah ia seperti di rumahnya yang merasa
berkuasa sendiri.
Selama di sekolah, Asep selalu saja
dimarahi Guru karena ulahnya tersebut. Terkadang, Sang guru harus memeluk dan
mengelus dadanya karena Asep mengeluarkan amarahnya ketika sedang marah. Matanya
menatap tajam, hidung kembang kempis, begitu dadanya yang naik turun ketika
sedang marah. Karena sikap Asep yang seperti itu, teman-teman selalu kesal sama
Asep. Bahkan ada yang membenci dan menjauhi Asep.
Namun namanya juga anak-anak,
mereka seperti itu hanya ketika Asep sedang tidak menyenangkan saja. Besok nya
bila Asep nya sedang manis, ya mereka biasa lagi aza. Akan tetapi, karena
seringnya Asep berperilaku “tidak manis”, Sang Guru pun menyerah. Beliau mencoba
mengkonsultasikannya dengan orang tua Asep, perihal perilakunya di sekolah.
Sang Ibu (orang tua Asep), hanya menghela napas sambil berkata, “Bagaimana dong
bu, saya juga sudah pusing dengan kelakukannya”. Ternyata Si Ibu pun sudah
menyerah.
Sang Guru, akhirnya berupaya dengan
keras untuk selalu memberikan nasihat dan sentuhan kasihnya pada Asep. Hampir setiap
pagi sebelum pembelajaran di mulai, Sang Guru selalu memberikan tausyiahnya
(ecie,,, tausyiah, berasa jdi ustadzah az) heee. Ya, maksudnya memberikan
nasihat. Tak kurang dari 15 menit Sang Guru berbicara tentang manfaat dan arti
kehidupan bagi manusia.
Mujarab? Berhasil? Apa seketika
Asep menjadi anak yang Manis?
Hmmmm sepertinya belummm…. Karena Sang
Guru tidak meminjam tongkat Sang Peri ataupun Ramuan ajaib dari kantong
Doraemon.
....Bersambung.....
Nunggu next episodenya
ReplyDelete